29 Maret, 2008


SSP ‘Lestari’ Kembangkan Bio Gas Berbahan Kotoran Sapi

Sanggar Solidaritas Petani (SSP) ‘Lestari’ blok II Desa Karangwuni, Kecamatan Wates mengembangkan sumber energi alternatif berupa bio gas berbahan kotoran sapi. Meski belum mampu untuk mencukupi semua kebutuhan rumah tangga namun dapat memenuhi beberapa keperluan tertentu dan keperluan darurat saat listrik padam.

Saat ini di Desa Karangwuni sudah ada 2 keluarga yang memanfaatkan teknologi tersbut. Sedang di Kulon Progo ada 7 unit dan 4 unit sedang dalam proses pengerjaan yakni di Desa Ngentakrejo yang merupakan program bantuan korban gempa dari Jerman.

Saat dikunjungi Bupati H Toyo Santoso Dipo yang didampingi Kepala dinas pertanian dan kelautan Ir agus Langgeng basuki dan Kepala Kantor Humas Drs R Agus santosa, MA, belum lama ini di rumahnya, Koordinator SSP Sarjiyo menyatakan, pihaknya mulai mengembangkan teknologi itu sejak pertengahan tahun 2004 lalu. Beberapa temannya kemudian minta dibantu untuk membuatnya yaitu di Karangwuni, Temon, Galur dan Girimulyo. Saat ini dirinya tengah melakukan pengerjaan di Ngentakrejo.

Ditambahkan, setiap unit biaya untuk membangun sarana bakunya memerlukan dana sekitar Rp. 7 juta. Untuk kelengkapan yang lain agar bisa berfungsi seperti listrik rumah tangga perlu tambahan Rp. Sekitar Rp. 4 juta. “Yang paling mahal adalah untuk biaya pembuatan bak penampung kotoran. Karena ukurannya cukup besar dan menggunakan konstruksi khusus. Pekerjanya pun harus khusus pula,” jelas Sarjiyo.

Mengenai jumlah sapi yang diperlukan, Sarjiyo tidak menyebut jumlah tertentu. Manurutnya semakin banyak semakin baik karena kotoran yang dihasilkan akan lebih banyak, Dan dengan demikian akan menghasilkan gas yang lebih besar.

“Saya hanya dengan 2 ekor sapi dewasa. Satiap ekor rata-rata per hari menghasilkan kotoran 5 – 10 kg. Jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan memasak dengan menggunakan kompor gas. Kalau untuk memenuhi semua kebutuhan listrik seperti lampu, televisi, kipas angin dan lain-lain hanya cukup untuk sekitar 3 jam. Bagi saya yang penting cukup untuk masak dan njagani kalau listrik mati,” ungkapnya.

Sarjiyo menegaskan, pihaknya akan terus berupaya untuk mengembangkan teknologi itu. Ia melihat Kulon Progo punya potensi yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan. Karena jumlah sapi di wilayah kabupaten ini cukup banyak. Bahkan ada beberapa pedukuhan yang hampir semua warganya memelihara sapi. Namun kebanyakan kotorannya belum dimanfaatkan.

Sebenarnya, imbuh Sunaryo, semua kotoran dan sampah bisa digunakan sebagai bahan, bukan hanya kotoran sapi. Seperti rumput sisa pakan, sampah dapur dan sisa makanan lain. “Kotoran manusia pun bisa. Justru hasilnya malah paling baik. Namun saya belum pernah menggunakannya,” tukasnya sambil tertawa.


Jagung Jangan Hanya Diorientasikan Untuk Pakan Ternak


Komoditas jagung seharusnya tidak hanya diorientasikan sebagai pakan ternak saja. Namun perlu dikembangkan sebagai bahan makanan alternatif pengganti beras. Bila pemahaman seperti itu sudah memasyarakat maka permintaan dan pangsa pasar jagung akan semakin luas dan akan dapat menghindari fluktuasi harga.

Demikian dikatakan Wagub DIY Sri Paduka Paku Alam IX saat meresmikan silo jagung yang dikelola Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sari Mulyo di Pedukuhan Karangasem, Desa Kedungsari, Kecamatan Pengasih. Hadir pada peresmian itu Wabup Drs H Mulyono, Ketua DPRD Drs H Kasdiyono, Kepala Dinas Pertanian DIY Ir Anang Suwandi MMA, Kadis Pertanian dan Kelautan Kulon Progo Ir Agus Langgeng Basuki, Kepala Bappeda Drs Darto MM serta perwakilan pengurus kelompok tani (KT) se Kulon Progo.

Saat ini, tambah Wagub, petani sering mengeluh adanya penurunan secara tajam harga jagung dan pada saat panen raya. Sebenarnya hal itu dapat dihindari antara lain dengan perluasan konsumsi dan peningkatan kualtias produksi serta sistem pengelolaan dan pengolahan.

Untuk pengolahan, katanya, telah didukung dengan adanya silo jagung sebagai sarana untuk pemipilan dan pengeringan secara mekanis. Sarana ini sangat membantu petani, karena dalam waktu yang relatif singkat mampu mengeringkan jagung dalam jumlah besar, tanpa bantuan sinar matahari.

“Alat ini sangat membantu petani yang kebanyakan masih melakukan pengeringan dengan cara tradisional, yakni dengan dijemur. Dengan dijemur proses pengeringan akan kurang efisien karena burtuh waktu cukup lama dan tingkat kekeringannya kurang memenuhi standar,” jelas Wagub.

Menurut Anang Suwandi, pembangunan silo jagung bertujuan untuk mendukung penanganan pascapanen, yakni dengan menekan kehilangan hasil dan peningkatan rendemen sebagai upaya peningkatan tingkat produktivitas jagung. Dengan kapasitas pengering sebesar 7,5 ton per 4 jam, berkadar air 14-17 %. Jumlah itu, bila dijemur bisa mencapai 3-4 hari, jelasnya.

Ditambahkan, silo jagung telah dibangun di 3 kabupaten di DIY, yakni Bantul, Gunungkidul dan Kulon Progo dengan biaya Rp. 3,5 milaiar lebih. “Untuk meningkatkan semangat dan keberlanjutan usaha, bagi petani jagung telah diberikan bantuan penguatan modal dari Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) APBD Provinsi DIY. Dengan rincian untuk Bantul sebesar Rp 200 juta sedang Gunungkidul dan Kulon Progo masing-masing Rp 150 juta,” terang Anang.

Sedang Wabup Mulyono saat membacakan sambutan tertulis bupati antara lain mengatakan, sentra pengembangan agribisnis jagung di Kulon Progo meliputi Kecamatan Sentolo, Pengasih, Lendah, Kalibawang dan Samigaluh. Pada tahun 2007 luas panen mencapai 3.797 ha dengan produksi sebesar 23.712,27 ton. “Ini menunjukkan bahwa jagung memiliki pengaruh cukup basar kuat terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Dalam pengelolaan komoditas jagung, katanya, permasalahan yang sering dihadapi petani adalah penanganan panen, pasca panen dan pengolahan hasil yang belum efisien. Untuk mengetasinya Pemkab telah memfasilitasi dengan program pemberdayaan petani dalam mengakses teknologi pasca panen dan pengolahan hasil serta menumbuhkan industri pengolahan. “Termasuk pembangunan silo jagung ini adalah sebagai upaya untuk memfasilitasi petani dalam menghadapi permasalahan tersebut,” tuturnya.


SMPN I Galur Jalin Kerjasama dengan BPGHS Singapura

Mulai tahun 2009 SMPN I Galur Kulon Progo akan melakukan kerjasama dengan Bukit Panjang Goverment High School (BPGHS) Singapura. Kerjasama akan diwujudkan dengan pertukaran siswa dan guru antarkedua sekolah. Setiap tahun SMPN I Galur akan mengirimkan 6 siswa dan 3 guru sedang BPGHS akan mengirim 25 siswa dan 6 guru.

Perjanjian kerjasama dilakukan dengan penandatanagan Memory of Understanding (MoU) oleh Kepala SMPN I Galur Drs Edy Suwarno MPd dan Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Melayu Mr. Sazali Sadli. Penandatanganan disaksikan oleh Bupati H Toyo Santoso Dipo, Jumat (28/3) di SMPN I Galur. Hadir pada acara itu Kepala Bappeda Drs H Darto MM, Camat Galur Drs Jumanto serta segenap pengurus Komite Sekolah setempat.

Menurut Edy Suwarno, siswa yang akan dikirim ke BPGHS adalah siswa dari kelas Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Di sekolah yang masuk dalam jajaran 20 besar sekolah terkemuka di Singapura tersebut para siswa dan guru yang dikirim akan mendalami mata pelajaran sains dan Information and Comunication Technology (ICT), katanya.

Sedang menurut Sazali, siswanya di SMPN I Galur akan mempelajari budaya Jawa, khususnya pelajaran bahasa dan kesenian. BPGHS, kata dia, merupakan salah satu dari 2 sekolah menengah di Singapura yang memiliki prioritas untuk mempelajari budaya Melayu. Untuk memperluas pemahaman para siswa akan ditambah dengan pelajaran budaya Jawa, ungkapnya.

Ditambahkan, selain dengan SMPN I Galur pihaknya juga menjalin kerja sama dengan 4 sekolah di Jateng dan Jatim yang juga sudah mengelola SBI. Masing-masing SMPN I Purbolinggo, SMPN I Demak, SMPN I Pandaan dan SMPN I Malang.

”Untuk SMPN I Purbolinggo pengiriman siswa dan guru dilakukan sejak akhir bulan Maret ini. Sedang untuk 4 sekolah yang lain baru akan dilakukan mulai bulan Juni tahun depan,” tutur guru Sastra Melayu tersebut.

Bupati H Toyo Santoso Dipo menyambut baik atas kerjasama tersebut. Dia berharap siswa dan guru yang dikirim ke BPGHS dapat memanfaatkan kesempatan untuk menyerap sebanyak mungkin ilmu dan teknologi di Singapura. Karena penguasaan iptek warga Singapura lebih tinggi dibanding Indonesia, katanya.

”Saya yakin dengan belajar beberapa waktu di Singapura para siswa akan dapat menyerap hal-hal penting, khususnya teknologi, yang dapat diimplementasikan di Kulon Progo. Bagi masa depan Kulon Progo penguasaan teknologi oleh generasi muda sangat penting. Karena pembangunan daerah sangat tergantung pada penguasaan dan penerapan teknologi,” tandas Toyo.

Lebih jauh Toyo mengatakan, SMPN I Galur sebagai salah satu pengelola SBI akan mempunyai konsekuensi yang cukup berat. Segenap komponen sekolah harus mampu mengakomodasi perkembangan jaman dan teknologi yang berkembang sangat pesat. Kualitas sekolah akan sangat berpengaruh terhadap penciptaan SDM yang siap untuk bersaing dalam memerebutkan lapangan kerja,imbuhnya.

42.360 RTM Kulon Progo Terima Migor Bersubsidi

Sebagian Masyarakat Menilai Migor Bersubsidi Membebani RTM

Kelangkaan minyak goreng (migor) serta harga yang melambung tinggi membuat pemerintah berinisiatif untuk menyalurkan migor bersubsidi kepada masyarakat. Meskipun sebagian masyarakat masih merasa migor bersubsidi ini masih memberatkan masyarakat miskin karena selama ini Rumah Tangga Miskin (RTM) masih harus membeli raskin dengan jumlah yang cukup besar, yaitu Rp 1.600/kg.

Hal tersebut disampaikan oleh salah seorang peserta Sosialisasi Penyaluran Migor bersubsidi dari Kecamatan Panjatan Sugeng, Sabtu (29/3) di Gedung Kaca komplek Pemkab. Menurut Sugeng, pemberian subsidi untuk migor tersebut masih membebani masyarakat. Apalagi masyarakat masih harus membayar migor tersebut dengan harga Rp 9.000/liter. “Karena jadwal peneriman bersaman dengan peneriman raskin dan masyarakat juga harus membayar beras raskin dengan harga Rp 1.600/kg,” katanya.

Seorang peserta yang lain Sudarsono menambahkan, sebaiknya masyarakat diberi migor sesuai dengan besaran subsidi. Karena kalau masyarakat miskin masih harus membayar lagi migor bersubsidi jelas itu berat. Sehingga sebaiknya subsidi diberikan sesuai dengan besaran subsudi. Kalau misalnya, Rp 2.500 itu dapat 1 gayung (ukuran takaran yang ada di masyarakat), ya diberikan sejumlah itu saja, lanjutnya.

Sementar itu, menurut Kasubdin Perdagangan Disperindagkoptam Kulon Progo Bambang Sutrisno,S.Sos,M.Si yang pada saat acar Sosialisasi didampingi Kasie Bimbingan Usaha dan Sarana Perdagangan Sudarminah mengatakan, penyaluran migor bersubsidi akan mengadopsi mekanisme penyakuran beras untuk masyarakat miskin (raskin) yang selama ini telah dijalankan.

Adapun penerima migor bersubsidi untuk Kabupaten Kulon Progo sebanyak 42.360 Rumah Tangga Miskin (RTM) yang tersebar di 12 kecamatan. Pelaksanan penyaluran kepada masyarakat akan dilaksanakan secara bertahap yaitu, sebanyak 6 tahap yang dimulai pada bulan April 2008. Migor bersubsidi ini dijual dengan harga standar distributor Rp 11.500/liter. Harga tersebut akan mendapatkan subsidi dari pemerintah sebesar Rp 2.500/liter. Sehingga RTM penerima hanya akan membayar migor tersebut dengan harga Rp 9.000/liter. Untuk tahap pertama alokasi untuk Kabupaten Kulon Progo sebanyak 71.531 liter.

Sedangkan secara keseluruhan migor bersubsidi untuk Provinsi DIY mencapai 2.800.000 liter atau senilai dengan jumlah Rp 7 M. Selanjutnya, jumlah tersebut dibagi untuk 5 kabupaten/kota dengan alokasi untuk tahap pertama sebesar 470.000 liter atau senilai Rp 1,17 M. “Penerima akan menerima kopon dan tiap kupon yang dimiliki senilai dengan nilai subsidi yaitu, Rp 2.500. Dengan jadwal pelaksanaan akan disesuaikan dengan jadwal penyaluran raskin,” terang Bambang.

Sudarminah menambahkan, pembelian migor ini tidak bersifat wajib karena kalau itu bersifat wajib berarti ada kesan memaksa kepada masyarakat. Sedangkan dalam amanat Gubernur menyebutkan bahwa pemkab hanya sebagai penyalur dari subsidi migor yang diberikan untuk Rumah Tangga Miskin.

RINTISAN SMP 1 WATES BERSTANDAR INTERNASIONAL

Terkendala Lokasi Sekolah

Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Wates masih terkendala kepemilikan lahan yang tidak memadai. Lokasi sekolah yang ada saat ini terdiri dua unit yang berjauhan, unit I di Terbah dan unit II menempati bangunan sekolah lama di barat Alun-alun Wates.

Hal tersebut dikatakan Plh.Kepala SMPN 1 Wates, Dawami, S.Pd dalam acara Open House Rintisan Sekolah Berstandar Internasional dan Launching website sekolah www.essawa.co.nr serta Diskusi panel di aula SMP 1 Wates unit II, Sabtu (29/3). Turut hadir Sekda Kulonprogo, Drs.H.So’im,MM, Ketua Komisi I DPRD Drs. Sudarminto, dan kepala cabang dinas Pendidikan se-Kulonprogo serta perwakilan kepala SD. Selain diskusi panel dalam kesempatan tersebut juga dilakukan berbagai lomba di unit I meliputi Matematika 69 peserta, Sains 100 peserta, Komputer 28 peserta dan pidato Bahasa Inggris 11 peserta.

“Kepemilikan lahan menjadi kendala dalam rintisan sekolah berstandar internasional, namun pihak desa Wates telah bersedia untuk membantu menyiapkan lahan, yang nantinya sekolah menjadi satu lokasi, tidak terpisah seperti sekarang ini,”kata Dawami yang status resmi menjabat kepala SMP 5 Wates.

Sedangkan kaitannya dengan RSBI merupakan model pendidikan yang mengacu sistem pembelajaran internasional dengan menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar serta berbasis teknologi dan informasi.

Daya tampung RSBI SMP 1 wates sejumlah 2 kelas atau 48 siswa, dengan seleksi dilakukan secara bertahap yang diawali bulan April mendatang.

Sementara Sekda Kulonprogo, Drs.H.So’im,MM mengatakan era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan, terutama untuk mulai secara sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan perubahan demi perbaikan kualitas, sehingga lulusan yang dihasilkan unggul dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan meningkat.

Ditambahkan, pembangunan pendidikan di Indonesia selama ini telah banyak mengalami kemajuan yang cukup berarti, tetapi kita juga menyadari bahwa masih terdapat banyak persoalan pendidikan yang harus diselesaikan secara bersama-sama. Oleh sebab itu, kita harus terus melakukan berbagai upaya peningkatan kualitas pendidikan kepada masyarakat yang diselaraskan dengan perkembangan IPTEK dewasa ini.

“Dengan telah terakreditasinya SMP I Wates sebagai Sekolah Standar Internasional, tentunya akan lebih meningkatkan rasa percaya diri para siswa bahwa mereka mendapatkan pendidikan yang baik dari institusi pendidikan yang berkualitas, sedangkan bagi guru diharapkan dapat menjadi pemacu untuk lebih meningkatkan profesionalismenya. Sementara bagi sekolah-sekolah lainnya, diharapkan dapat menjadi pendorong untuk berupaya lebih keras lagi meningkatkan mutu pendidikannya agar dapat mencapai standar nasional bahkan internasional,”pungkasnya..


GERAKAN POHON BEBAS PAKU

Pemkab Larang Reklame Gunakan Media Pohon

Pemerintah Kabupaten Kulonprogo mulai bulan April mendatang tidak akan mengeluarkan ijin penyelenggaraan reklame yang mempergunakan media pemasangan berupa pohon di pinggir jalan di wilayah Kabupaten Kulonprogo. Larangan ini tidak hanya bagi perorangan dan lembaga sosial namun termasuk lembaga swasta dan badan usaha.

Hal ini dikatakan kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Kulonprogo, Budi Wibowo,SH,MM diruang kerjanya Sabtu (29/3). “Untuk mendukung gerakan kebersihan dalam rangkaian kegiatan Penilaian ADIPURA, kami menertibkan pemasangan reklame dengan mencanangkan gerakan pohon bebas paku,”kata Budi

Ditambahkan gerakan ini dimaksudkan untuk ajakan semua pihak ikut aktif membersihkan dan membebaskan pohon-pohon pinggir jalan dari paku atau bahan logam lainnyayang menancap /menempel/melekat di pohon-pohon pinggir jalan yang dipergunakan sebagai media pemasangan reklame.

“Mohon dukungan dari instansi dan juga pemerintah desa termasuk dukuh, ketua RT maupun RW ikut melakukan pembersihan dan pembebasan pohon di pinggir jalan dari paku atau bahan logam lainnya,” pinta Budi