SSP ‘Lestari’ Kembangkan Bio Gas Berbahan Kotoran Sapi
Sanggar Solidaritas Petani (SSP) ‘Lestari’ blok II Desa Karangwuni, Kecamatan Wates mengembangkan sumber energi alternatif berupa bio gas berbahan kotoran sapi. Meski belum mampu untuk mencukupi semua kebutuhan rumah tangga namun dapat memenuhi beberapa keperluan tertentu dan keperluan darurat saat listrik padam.
Saat ini di Desa Karangwuni sudah ada 2 keluarga yang memanfaatkan teknologi tersbut. Sedang di Kulon Progo ada 7 unit dan 4 unit sedang dalam proses pengerjaan yakni di Desa Ngentakrejo yang merupakan program bantuan korban gempa dari Jerman.
Saat dikunjungi Bupati H Toyo Santoso Dipo yang didampingi Kepala dinas pertanian dan kelautan Ir agus Langgeng basuki dan Kepala Kantor Humas Drs R Agus santosa, MA, belum lama ini di rumahnya, Koordinator SSP Sarjiyo menyatakan, pihaknya mulai mengembangkan teknologi itu sejak pertengahan tahun 2004 lalu. Beberapa temannya kemudian minta dibantu untuk membuatnya yaitu di Karangwuni, Temon, Galur dan Girimulyo. Saat ini dirinya tengah melakukan pengerjaan di Ngentakrejo.
Ditambahkan, setiap unit biaya untuk membangun sarana bakunya memerlukan dana sekitar Rp. 7 juta. Untuk kelengkapan yang lain agar bisa berfungsi seperti listrik rumah tangga perlu tambahan Rp. Sekitar Rp. 4 juta. “Yang paling mahal adalah untuk biaya pembuatan bak penampung kotoran. Karena ukurannya cukup besar dan menggunakan konstruksi khusus. Pekerjanya pun harus khusus pula,” jelas Sarjiyo.
Mengenai jumlah sapi yang diperlukan, Sarjiyo tidak menyebut jumlah tertentu. Manurutnya semakin banyak semakin baik karena kotoran yang dihasilkan akan lebih banyak, Dan dengan demikian akan menghasilkan gas yang lebih besar.
“Saya hanya dengan 2 ekor sapi dewasa. Satiap ekor rata-rata per hari menghasilkan kotoran 5 – 10 kg. Jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan memasak dengan menggunakan kompor gas. Kalau untuk memenuhi semua kebutuhan listrik seperti lampu, televisi, kipas angin dan lain-lain hanya cukup untuk sekitar 3 jam. Bagi saya yang penting cukup untuk masak dan njagani kalau listrik mati,” ungkapnya.
Sarjiyo menegaskan, pihaknya akan terus berupaya untuk mengembangkan teknologi itu. Ia melihat Kulon Progo punya potensi yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan. Karena jumlah sapi di wilayah kabupaten ini cukup banyak. Bahkan ada beberapa pedukuhan yang hampir semua warganya memelihara sapi. Namun kebanyakan kotorannya belum dimanfaatkan.
Sebenarnya, imbuh Sunaryo, semua kotoran dan sampah bisa digunakan sebagai bahan, bukan hanya kotoran sapi. Seperti rumput sisa pakan, sampah dapur dan sisa makanan lain. “Kotoran manusia pun bisa. Justru hasilnya malah paling baik. Namun saya belum pernah menggunakannya,” tukasnya sambil tertawa.