KULON PROGO PUNYA POTENSI
PERKAYUAN DARI HUTAN RAKYAT
Saat ini di wilayah Kabupaten Kulon Progo terdapat hutan rakyat seluas kurang lebih 25 ribu hektare, hutan seluas itu kebanyakan ditanami jenis Jati, Sonokeling, Maoni dan Sengon. Tiap tahunnya menurut data dari Subdin Kehutanan dan Perkebunan, dapat menghasilkan kayu Maoni sebanyak 35.000 meter kubik, sedangkan untuk kayu Sengon, tiap tahunnya dapat menghasilkan 6.500 meter kubik.
“Jika harga tiap meter kubiknya kayu Maoni 2 juta rupiah, kita kalikan saja dengan hasil hutan rakyat sebanyak 35.000 meter kubik, hasilnya sangat fantastis. Puluhan miliyar yang dapat kita hasilkan dari hasil hutan rakyat di Kulon Progo, namun hal ini tentunya harus ada usahanya. Untuk itu community logging atau sertifikasi hutan perlu segera di realisasikan untuk melestarikan hutan dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar hutan.” tutur Kasubdin Kehutanan dan Perkebunan kabupaten Kulon Progo, Ir. Junianto Marsudi Utomo saat membuka Pelatihan Kader Community Logging/ Sertifikasi Hutan, Selasa (8/4) di Balai Desa Pagerharjo, Samigaluh.
Pelatihan Kader Community Logging/ Sertifikasi Hutan tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) YABIMA (Yayasan Bina Insan Masyarakat) yang bekerja sama dengan LSM Telapak,
Menurut Samsul Bahri dari YABIMA, dari sosialisasi sertifikasi hutan tersebut diharapkan dapat mendaftar lahan milik masyarakat seluas 1000 hektare, namun sampai saat ini baru seluas 420 hektare yang didaftarkan. “Dari 1000 Ha target kami saat ini baru 420 Ha yang mendaftarkan lahannya, tapi kami optimistis pada akhirnya akan terdaftar lebih dari 1000 Ha, karena ini baru tahap awal sosialisasi.”, ucap Samsul meyakinkan.
Pada dasarnya, Community Logging/ Sertifikasi Hutan adalah cara mengelola hutan dengan bijaksana, sehingga darat menghindari kerusakan hutan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, terutama yang menggantungkan hidup dari hasil hutan. Karena dengan sertifikasi hutan masyarakatlah yang mengendalikan pengelolaan hutan dengan transparan, partisipatif karena berbasis masyarakat. Selain itu dengan sertifikasi hutan masyarakat dapat membuka peluang pasar secara terbuka, tidak hanya lokal namun juga pasar internasional, karena saat ini negara-negara maju hanya mau membeli kayu hasil budidaya yang bersertikat.