31 Oktober, 2008


MASKOT PERAHU MANUNGGAL TAK BANYAK DIKENAL

Maskot Perahu sebagai icon pameran Manunggal Fair 2008 tak banyak dikenal oleh para pengunjung. Perahu hasil karya sanggar seni Beda Gaya yang ditempatkan pada gapura utama pintu masuk, tak banyak diperhatikan oleh pengunjung yang setiap hari memenuhi arena di seputar Alun-alun Wates. Meski sebagain besar pengunjung mengetahui tema pameran kali ini mengangkat potensi laut dengan maskot Perahu namun mereka tak tahu mascot berada.. Adanya stand- stand yang menampilkan replica perahu seperti yang terpajang di stand SMKN 1 Temon yang bersebalahan dengan gapura pintu masuk maupun miniature perahu di secretariat panitia penyelenggara, yang menurut mereka maskot pameran.

Hal ini seperti dituturkan Paiman warga Salamrejo,Sentolo yang mengunjungi pameran, untuk sengaja melihat mascot Perahu namun yang ditemui hanya perahu yang ada stand-stand pameran. “Maskot Perahu itu tempatnya dimana to mas, kok saya ndak melihat, yang ada hanya perahu-perahu di stand sekolah dan di secretariat panitia, apa yang ada di panitia ini ya ,”kata Paiman yang kebetulan mampir di secretariat panitia usai mengelilingi Alun-alun Wates bersama keluarganya, Jum’at (31/10).

Hal yang sama diakui Ngatinem yang jauh-jauh datang dari Hargotirto, Kokap untuk menyaksikan dari dekat pameran yang menampilkan mascot Perahu. Semenjak dari rumah ia sudah membayangkan akan adanya sebuah perahu besar yang berada di lokasi pameran. Tidak hanya Ngatinem yang membayangkan adanya bentuk perahu besar sebagai mascot, sebagian besar pengunjungpun pun punya bayangan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa masih teringat jelas dibenak warga masyarakat Kulonprogo, setiap digelar pameran seperti tahun –tahun sebelumnya selalu menampilkan hasil karya masyarakat dalam wujud yang besar, seperti Gunungan Gula Jawa Raksasa yang mampu tercatat di Museum Rekor Indonesia pada saat digelar pameran 2001 silam, kemudian secara berturut-turut pada penyelenggaraan berikutnya yang menampilkan mascot, Vas Bunga dari bahan Agel, Angklung , dan Kuda Kepang.

Ketua penyelenggara Agus Santosa yang dimintai tanggapannya mengaku memaklumi apabila mascot yang ditampilkan dalam pameran kali ini tidak banyak diketahui oleh pengunjung. Sebagai ketua memang sebelumnya tidak punya gambaran bentuk perahu yang menjadi mascot. Pembuatan dan bentuk diserahkan sepenuhnya kepada seksi mascot dan seniman yang diajak untuk kerjasama. “Kami memang tidak punya pandangan bahwa bentuknya harus perahu seperti ini, tetapi kami serahkan kepada mereka para seniman yang tahu akan bentuk dan seninya, sehingga mampu menarik pengunjung untuk menyukseskan tema bahari dalam pameran ini,”kata Kepala Kantor Humas Kabupaten Kulonprogo yang mantan Camat Galur.


Kasus Perusakan Hutan di DIY Menurun

Sejak 5 tahun terakhir, jumlah kasus perusakan hutan Negara di wilayah di DIY terus mengalami penurunan. Pada tahun 2004 terdapat 178 kasus, 2005 75 kasus, 2006 38 kasus dan tahun 2007 turun lagi menjadi 28 kasus. Diperkirakan pada tahun 2008 ini jumlah kasus akan lebih kecil dari angka terakhir.
Hal itu dikatakan Kepala Bidang (Kabid) Pemangkuan Wilayah Hutan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY, Ir Parwidi MSi, pada Sosialisasi Keamanan Hutan di aula Subdin Hutbun Dinas Pertanian dan Kelautan Kulon Progo, Kamis (30/10). Selain Parwidi, sosialisasi yang diikuti oleh pengurus paguyuban pedagang kayu dan kelompok pengelola hutan rakyat se Kulon Progo itu juga menampilkan narasumber Kasi Bina Usaha Subdin Hutbun Kulon Progo Ir Trenggono Trimulyo, MT dan Kompol Veronika dari Polda DIY.
Menurut Parwidi, penurunan kasus tersebut disebabkan masyarakat sudah semakin sadar akan pentingnya fungsi hutan serta meningkatnya partisipasi dalam pengelolaan hutan. Warga yang tinggal di pinggir hutan, kata dia, tidak lagi hanya memanfaatkan hutan dengan menebang kayu namun dengan melakukan kegiatan produktif yang tidak merusak, seperti memelihara lebah, katanya.
Ditambahkan, perubahan sikap masyarakat tersebut sangat positif dalam rangka pelestarian hutan dan sesuai dengan harapan pemerintah. “Untuk menangani perusakan hutan kami memang tidak hanya menggunakan pendekatan hukum. Namun lebih mengedepankan pendekaan sosial dan ekonomi. Ternyata hasilnya justru lebih baik,” terang Parwidi seraya menambahkan bahwa luas hutan negara di DIY saat ini ada 18.000 ha.
Lebih jauh Parwidi menyatakan, untuk menjaga pelestarian hutan pihaknya memprioritaskan pengembangan sistem dan manajemen. Sebab saat ini sarapa prasarana dan pegawai yang ada di instansinya sangat minim.
“Saat ini kami hanya memiliki 1 mobil patroli dan 227 petugas lapangan. Idealnya dengan hutan seluas 18.000 ha memerlukan petugas lapangan setidaknya sekitar 380 orang,” tandasnya.
Sementara, Trenggono mengatakan, hutan di Kulon Progo sebagian besar merupakan hutan rakyat dengan luas mencapai 25.400 ha. Sementara hutan negara hanya seluas 1.037 ha.
Dari luasan itu, katanya, potensi produksi kayu sebesar 100.000 kubik pertahun. Dan yang ditebang masyarakat rata-rata baru 40.000 kubik, dengan 33.000 kubik di antaranya dijual ke luar daerah.
Dengan kondisi ini, menurut Trenggono, jumlah pohon di Kulon Progo tidak mengalami penurunan, tetapi malah bertambah. Sehingga kualitas lingkungan, terutama untuk mencegah tanah longsor serta penyerapan dan penyediaan sumber air, semakin baik. “Terbukti sejak beberapa tahun terakhir, kekeringan dan banjir di wilayah Kulon Progo intensitasnya terus mengalami penurunan,” ujarnya.

BUPATI LEPAS LARI MANUNGGAL XXII

Ivan Budi Aji Gunung Kidul Finish Tercepat

Bupati Kulonprogo H.Toyo Santoso Dipo, Jum’at pagi (31/10) melepas lari Manunggal XXII dalam rangka memeriahkan Hari Jadi Kulonprogo ke-57 di Lapangan Ngeseng Sentolo. Lomba Lari kali ini diikuti oleh warga masyarakat Kulonprogo dan DIY seperti Bantul, Sleman dan Gunungkidul. Selain Bupati turut memberangkatkan pelari, Wakil Bupati Drs,H.Mulyono, Ketua DPRD Kulonprogo Drs.H.Kasdiyono dan Muspida.

Sukiman,S.Pd dalam laporannya menjelaskan peserta yang meramaikan Manunggal dari kelompok pelajar SD putra 115 orang dan putrid 84 orang khusus lokal Kulonprogo, SMP diikuti 152 orang putra dan 46 orang putri khusus lokal Kulonprogo. Sedang tingkat SLTA/umum untuk lingkup DIY putra 80 orang dan putrid 48 orang. Beregu diikuti 9 regu.

“Lari 10 km menempuh rute Lapangan Ngeseng Sentolo Pertigaan Kenteng ke Barat- Milir-Margosari dan Finish di depan kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata khusus pelajar SD finish hanya di Pertigaan Kenteng yang berjarak 5 km,” terang Sukiman.

Ditambahkan, disamping memperebutkan Trophy bergilir Bupati Kulonprogo, bagi para juara mendapatkan piagam dan uang pembinaan total Rp.6,5 juta serta doo prize.

Bupati Kulonprogo H.Toyo Santoso Dipo dalam sambutannya sebelum melepas peserta lari mengatakan kegiatan ini adalah untuk mengenang peristiwa bersejarah yang terjadi 57 tahun yang silam, ketika kabupaten Kulonprogo yang beribukota di Sentolo dan Kabupaten Adikarto yang beribukota di Wates Manunggal menjadi satu dengan nama Kabupaten Kulonprogo yang beribukota di Wates.

“Disamping itu untuk mendorong para atlit dan bibit atlit pelari Kulonprogo untuk lebih berprestasi serta menumbuh kembangkan minat masyarakat khususnya generasi muda pada olahraga lari,” katanya.

Hasil sementara lomba untuk tiga besar, Ivan Budi Aji dari Spirit Kabupaten Gunung Kidul berhasil mencapai finish tercepat dengan waktu 41,14 menit, disusul urutan kedua Wahono dari Pakem Kabupaten Sleman dengan catatan waktu 41,34 menit dan ketiga Tego dari Kabupaten Bantul dengan waktu 44,26 menit.