Dengan PTT, Produksi Padi Naik 2,2 Ton Perhektar
Dengan menggunakan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) produksi padi mampu meningkat sebesar 2,2 ton Gabah Kering Panen (GKP) perhektar. Di lahan yang dikerjakan dengan sistem PTT produksi rata-rata mencapai 9,8 ton. Sedang yang dikelola dengan cara penanaman konvensional hanya sebesar 7,58 ton GKP.
Hal itu terungkap saat dilakukan panen perdana padi dem area PTT di Bulak Ngrandu dan Bulak Kemendung, Sentolo oleh Wagub DIY Sri Paduka Paku Alam IX dan Bupati Kulon Progo H Toyo Santoso Dipo, Sabtu (2/8). Hadir dalam acara itu Ketua DPRD Kabupaten Kulon Progo Drs H Kasdiyono, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan DIY Ir Nanang Suwandi, Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan Ir Agus Langgeng Basuki serta pejabat Pemkab lainnya.
Menurut Ketua Kelompok Tani (Klomtan) ‘Sedyo Makmur’ Gendingan, Tuksono, Muslih, dem area PTT di wilayahnya seluas 27 ha. Pada musim tanam (MT) II tahun 2008 ini ditanami varietas IR 64, Ciherang, Situbagendit dan Sintanur.
D idem area, jelasnya, seluruh lahan dikerjakan dengan PTT yang dikombinasikan dengan System Rice Intensivication (SRI) Legowo. Yakni dengan cara penanaman benih usia 15 hari, penanaman tidak terlalu dalam dan setiap tancep 2 batang bibit. Jarak tanam 25 x 25 cm, setiap 6 tancep diberi jarak yang disebut legowo.
“Dengan sistem ini ternyata hasilnya sangat bagus, jauh lebih baik dibanding dengan cara tanam biasa yang setiap tancep sebanyak 5-7 batang bibit dan tidak pakai legowo. Biaya pemeliharaannya pun lebih murah karena lebih hemat pupuk dan sama sekali tak menggunakan pestisida,” katanya.
Senada dengan Muslih, Ketua Klomtan Tri Daya Makmur, Kemendung, Sukoreno, Sugiyanto menyatakan, dengan PTT produksi padi kelompoknya mencapai 9,86 ton per ha. Dia optimistis dengan penggunaan teknologi itu nantinya produksi padi akan mencapai lebih dari 10 ton per ha. “Di MT ini kami masih belajar sudah mampu mencapai produksi 9 ton lebih, nanti kalau sudah mahir pasti akan lebih dari 10 ton,” ujarnya.
Wagub Paku Alam IX pada kesempatan itu membacakan sambutan tertulis Gubernur DIY Sri Sultan HB IX, antara lain mengatakan, untuk mengoptimalkan produksi padi, petani harus berupaya untuk meningkatkan perilaku usahanya. Yakni dengan memahami dan memiliki kemampuan untuk mengelola usaha tani sebagai usaha industri yang nantinya mampu bersweadaya sehingga dapat memberikan keuntungan dan kesejahteraan.
Petani, tambah Wagubn, harus termotivasi untuk bisa menentukan dan menjadi manajer dalam usaha taninya. Hal ini dapat ditempuh dengan penggunaan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama, pengairan dan cara bercocok tanam yang baik dan benar.
Di bagian lain Wagub menjelaskan, luas lahan sawah di DIY mencapai 58.608 ha yang bisa ditanami padi, palawija dan hortikultura. Namun dengan bertambahnya penduduk dan berkembangnya daerah perkotaan luas sawah terus mengalami penurunan. Secara umum penurunan luas mencapai 182 ha (0,32 %) pertahun selama tahun 2008-2007. Penurunan ini terjadi di semua wilayah kabupaten/kota dan yang tertinggi di Kota Yogyakarta yang mencapai 7,74 %, tandas Wagub.
Dikatakan, pada tahun 2007 DIY mampu menghasilkan padi sebesar 709.294 ton Gababah Kering Giling (GKG). Naik 1,13 ton (0,16%) dibanding tahun 2007 lalu. “Kenaikan ini disebabkan karena naiknya luas panen sebesar 8.753 ha (6,56 % dan produktivitasnya sebesar 1,63 kwintal (3,07 %) per ha.
Sementara H Toyo Santoso Dipo mengatakan, di Kulon Progo laju peningkatan produksi pangan, khususnya beras saat ini belum mampu mengimbangi laju peningkatan kebutuhan akibat peningkatan jumlah penduduk. Namun secara umum selama 2 tahun terakhir selalu mengalami surplus. Pada tahun 2006 surplus mencapai 24,289 ton dan tahun 28,021 ton.
“Potensi peningkatan produksi padi di Kulon Progo masih sangat besar. Berbagai upaya telah dilakukan. Anatar lain dengan penggunaan bibit unggul, perbaikan budidaya, perbaikan penanganan panen dan pascapanen, pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi serta pemberdayaan klomtan melalui fasilitasi Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK),” jelas Toyo.