16 Januari, 2008


PILOT PROYEK PASIR BESI
PT.JMM Serahkan Uang Kompensasi Rp.598. Juta
Setelah menyelesaikan tahapan eksplorasi dengan melakukan pemboran di 929 titik dengan kedalaman rata-rata 16 meter pada luasan sekitar 4000 ha di pesisir selatan dari sungai Bogowonto sebelah barat sampai sungai Progo di sebelah timur, pasir besi sepanjang pantai di Kulonprogo ini layak untuk ditambang.
Langkah selanjutnya PT.Jogja Magasa Mining (JMM) selaku proyek penambang pasir besi akan membuat Pilot Proyek sebagai miniatur proyek sehingga masyarakat akan mengetahui secara langsung kegiatan penambangan dan menjawab berbagai efek negatif yang timbul adanya pengelolaan pasir besi oleh warga masyarakat.
Lokasi pilot proyek berada di wilayah Trisik Desa Banaran Kecamatan Galur. Sebanyak delapan warga yang tanah garapan menjadi lokasi pilot proyek telah menerima uang kompensasi atau ganti untung dari PT JMM. Besarnya kompensasi ditentukan melalui musyawarah mufakat antara warga dengan PT.JMM dengan melibatkan unsur pemerintah. Untuk tanah yang dimanfaatkan sebagai mata pencaharian ganti rugi diberikan 7500/m2 sementara untuk tanaman dan peralatan pertanian berupa sumur renteng dan pipa disesuaikan dengan nilai kelayakan.
Penyerahan uang kompensasi tersebut dilakukan oleh Direktur PT.JMM, KPH.Haryoseno yang secara simbolis diberikan kepada Jamaludin disaksikan unsur muspika kecamatan Galur, serta PJ Kepala Desa Banaran Budi Utama di Rumah Makan Gerbang Trisik. Sebelumnya delapan warga penerima menandatangani surat perjanjian dihadapan notaris Yohanes Krisna Sugiri,SH. Uang yang diterima warga langsung dimasukkan ke rekening Bank BRI yang dua petugas bank telah disiapkan.
Jumlah keseluruhan uang ganti untung yang diterima oleh delapan warga sebesar Rp.598.194.407,50. Jumlah yang diterima masing-masing tidak sama disesuaikan dengan luas tanah yang masuk dalam batas pilot proyek. Dengan rincian Jamidi sebesar Rp.112.438.752,50, Joko Samudra Rp.44.591.287,50, Priyono Rp.104.536.100,- ,Yusup Muji Rp.81.424.440,- , Arjo Utomo Rp.8.193.427,50 , Sagiyo Rp.51.228.927,50, Purnomo Rp.70.536.200,- , dan Jamaludin Rp.75.245.272,50. Penyerahan dilakukan dalam dua tahap, untuk tahap pertama sebagai tanda keseriusan atau uang pancer masing-masing menerima Rp.10 juta,- diserahkan Jum’at (7/12). Sementara sisanya yang diserahkan tahap kedua adalah dari hasil perhitungan akhir, sehingga warga masih mendapatkan tambahan yang lumayan besar , namun demikian terdapat seorang warga yang selisihnya lebih kecil dari perhitungan tahap awal yakni milik Arjo Utomo sehingga harus mengembalikan sejumlah Rp.1.806.572,50, dari Rp.10 juta yang sebelumnya telah diterima.
Sementara Joko Samudra yang baru saja menerima ganti rugi mengatakan warga yang merelakan lahannya untuk pilot proyek merupakan pahlawan untuk kemajuan Kulonprogo, yang merupakan perjuangan untuk melangkah ke depan untuk kesejahteraan masyarakat.
Sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak, warga yang tanahnya digunakan untuk pilot proyek akan diprioritaskan sebagai tenaga kerja.
Usai acara penyerahan uang ganti rugi, dilangsungkan upacara tradisional sebagai ucapan rasa syukur berupa pemotongan tumpeng oleh pimpinan PT.JMM yang kemudian diserahkan kepada Kades Banaran, Budi Utama, dan warga penerima masing-masing mendapatkan potongan Tebu sebagai tanda anteping kalbu (Mantapnya Hati) dilanjutkan makan bersama-sama.
Menurut Haryoseno, selesainya proses pembayaran gantirugi langkah selanjutnya yang ditempuh oleh PT.JMM adalah mengurus perizinan untuk melaksanakan pilot project.

Wadiyo, Kepala Desa Triharjo, Wates Kulon Progo

DESA TRIHARJO WATES

DESA TRIHARJO
Siapkan Lahan Untuk Investor

Lokasi Desa Triharjo, Kecamatan Wates yang strategis berada di jalur jalan negara Jakarta-Surabaya lintas selatan dan hanya beberapa kilometer jaraknya dari ibukota kabupaten. Dengan kondisi ini wilayah Desa Triharjo menjadi pilihan tersendiri bagi para investor yang akan menanamkan modalnya di Kabupaten Kulon Progo, meski pemkab telah menetapkan kawasan untuk industri berada di wilayah Kecamatan Sentolo.
Secara geografis seluruh wilayah Desa Triharjo berupa dataran rendah dengan hamparan sawah sebagai sumber kehidupan masyarakat, karena sebagian besar warga adalah petani. Secara administratif Desa Triharjo terdiri dari 10 wilayah pedukuhan, yakni Pedukuhan Kularan, Cokrodipan, Ngrandu, Kadipaten, Sebokarang, Tambak, Dalangan, Seworan, Klewonan dan Conegaran, dengan 1.697 KK (kepala keluarga).
Pengusaha Korea Selatan dengan bendera PT. Sunchang Indonesia, yang memproduksi wig (rambut palsu) dengan pasaran ekspor, adalah investor yang yang telah membangun pabrik di Triharjo. Pimpinan PT. Suchang Indonesia, Hwa Joon Lee, yang sebelumnya telah mempunyai pabrik dan kantor pusat di Purbalingga, Jawa Tengah, melebarkan sayapnya dengan membangun pabrik serupa di Kulon Progo. Dengan memanfaatkan lahan tanah kas desa Triharjo seluas 20.400 m2 untuk lokasi pembangunan pabrik.
Kepala Desa Triharjo Wadiyo saat dikonfirmasi di kantornya menjelaskan, sejalan dengan program dari pemkab “Membangun Desa Menumbuhkan Kota” dengan berupaya mengundang investor untukmenanamkan modalnya di Kulon Progo, maka pemerintah desa siap menjembatani kebutuhan lahan.
“Program Pak Bupati dengan memprioritaskan pembangunan desa, memang perlu didukung sehingga pembangunan tidak hanya terkonsentrasi di wilayah perkotaan. Adanya investor yang masuk di wilayah kami adalah salah satu realisasinya. Dengan adanya pabrik wig, dapat meningkatkan perekonomian warga dan mampu mengurangi pengangguran di Desa Triharjo,” terang Wadiyo.
Menurut Wadiyo, mulai proses awal pengadaan lahan hingga proses pembangunan pabrik telah berjalan dengan lancar tanpa kendala. Hal ini berkat pengertian antara perangkat desa dengan wakil masyarakat melalui BPD (Badan Perwakilan Desa) pada saat itu, terlebih harapan masyarakat untuk meningkatkan ekonomi dengan menjadi karyawan pabrik, maupun multi player effect-nya.
Namun yang sangat penting adalah tahapan-tahapan telah dilalui secara benar dalam proses penggunaan lahan milik desa dengan memenuhi aturan-aturan baik tingkat desa, kabupaten dan propinsi. ”Sejak PT Sunchang positif menentukan pilihan di wilayah kami, kemudian melaksanakan pelatihan di kantor BLK Disnakertrans Tambak serta menempati bekas gedung SD yang nganggur, jumlah warga Triharjo mencapai sekitar 30 % dari sekitar 1.500 tenaga kerja yang terserap saat ini,” terang Wadiyo.
Meski pembangunan pabrik masih dalam taraf penyelesaian, sejak 3 Desember 2007 karyawan yang semula menempati bekas gedung SD telah menempati lokasi pabrik yang baru dibangun, dan selanjutnya gedung SD diserahkan ke pemkab.
Setelah adanya pabrik wig milik PT. Sunchang Indonesia dan rencana pembangunan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Desa Triharjo masih siap menerima datangnya investor. Menurut Wadiyo, dalam waktu yang tidak terlalu lama di wilayahnya juga akan dibangun gedung KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) yang akan menempati lahan seluas 5000 m2. Lokasinya bersebalahan dengan pabrik wig. Sementara ini, kantor tersebut dalam menjalankan kegiatannya masih menumpang di BRI Unit Adhyaksa, Wates.
Ditambahkan oleh Wadiyo, Markas KODIM 0731 Kulon Progo yang sekarang berada di timur laut Alun-Alun Wates, direncanakan juga akan dipindah di Triharjo. Namun masih belum ada kesepakatan soal tanah, pihak Kodim mengigginkan sistem sewa sedangkan pemerintah desa mengharapkan untuk dibeli seperti yang telah dilakukan oleh para investor yang lebih dahulu masuk.
Di bagian lain Wadiyo mengatakan, meski wilayah desa Triharjo tidak memiliki lahan pasir sebagai lokasi penambangan pabrik baja, pihaknya mendukung penambangan pasir besi di pantai selatan dan berdirinya pabrik baja oleh PT. JMM. “Adanya rencana penambangan pasir besi dan didirikannya pabrik baja yang merupakan program pemkab, saya sangat mendukung, karena akan mampu mengurangi tenaga kerja yang masih menganggur, serta meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat. Pemkab tidak mungkin akan menyengsarakan warganya,” tandas Wadiyo.
Dukungan tidak hanya dari Wadiyo. Bahkan seluruh kepala desa di Kecamatan Wates yang meliputi Kepala Desa Bendungan, Sogan, Ngestiharjo, Kulwaru, Wates, Giripeni dan Karangwuni secara bulat mendukung keberadaan penambangan pasir besi dan pendirian pabrik baja yang dilakukan oleh PT. JMM tersebut.