21 Maret, 2008


BANYAK PEDAGANG MIE DAN BAKSO

WATES DIJULUKI KOTA MIE

Banyaknya para pedagang Mie dan Bakso di kota Wates ada sebagian yang menjuluki Wates sebagi Kota Mie. Hal ini terlihat jelas pada kehidupan malam hari apabila mencari makanan di sekitar Kota wates yang tersedia sebagian besar terlihat hanya pedagang Mie. Dalam perhitungan satu Mie dihargai Rp.3.500,- dalam setiap malam kurang lebih terjadi perputaran uang Rp.57.825.250,- sedangkan apabila dihitung perbulan mencapai Rp.1.734.670.500,-. Ini merupakan potensi yang jelas dalam perekonomian rakyat.

Hal tersebut dikatakan Sekda Kulonprogo,Drs.H.So’im,MM ketika melepas peserta Festival Mie dan Bakso di Gedung Kaca, Jum’at (21/3). Turut hadir Ketua Dewan Pengurus Kulonprogo (DPK) Pedagang Mie dan Bakso, Drs.Sarwidi, Kasubdin Perdagangan Bambang Sutrisno,MSi.

“Keberadaan pedagang Mie dan Bakso dapat menjadi daya dorong wisata kuliner, sehingga kepercayaan yang diberikan oleh para konsumen haruslah tetap dijaga dengan meningkatkan kualitas dalam pelayanan,”pesan So’im.

Dikatakan, dimasa krisis yang lalu, para pengusaha besar tidak mampu bertahan sehingga bangkrut, namun para pedagang Mie dan Bakso tetap eksis. Hal lain juga menerpa para pedagang dengan adanya isu mie bakso mengandung formalin, menggunakan daging celeng dan daging tikus. Namun tetap bertahan yang pada akhirnya isu-isu tersebut hilang dengan sendirinya, dan kembali ramai oleh para penggemarnya. Ini membuktikan bahwa makanan ini banyak disukai oleh warga masyarakat.

Ketua Paguyuban Mie Bakso, Drs.Sarwidi mengatakan sebanyak 200 pedagang Mie dan Bakso yang tersebar di seluruh kecamatan di Kulonprogo akan mengikuti acara Festival Pedagang Mie dan Bakso yang diselenggarakan di Jogja Ekspo Center (JEC), sabtu (22/3).


UNTUK MENCUKUPI KEKURANGAN GURU

Bupati Minta Sekolah Minim Siswa Digabung

Untuk mencukupi adanya kekurangan tenaga pengajar di sekolah yang siswanya banyak, dapat dilakukan dengan melakukan regrouping sekolah-sekolah yang siswanya minim, sehingga tidak akan terjadi kekurangan. Hal itu dapat dilakukan di semua jenjang sekolah baik tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Umum maupun Kejuruan.

Hal tersebut dikatakan Bupati Kulonprogo H.Toyo Santoso Dipo disela-sela acara rencana desa Wates menjadi Kelurahan, di Joglo Pemkab Kamis (19/3). “Tolong Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk melakukan regrouping terhadap sekolah-sekolah yang siswanya minim, masak ada guru kok hanya mengajar enam siswa, padahal gaji dari pemerintah yang mereka terima sama dengan guru yang mengajar banyak siswa, itu dirasakan tidak adil, lebih baik sekolah yang siswanya sedikit itu digabung saja,”pinta Toyo

Permintaan Bupati ini terutama ditujukan kepada mereka para guru negeri yang diperbantukan di sekolah – sekolah yayasan atau swasta yang setiap tahun siswanya minim. Apabila menolak untuk digabung, tenaga pengajar yang dipindah dan pihak yayasan sendiri yang mencukupi tenaga pengajarnya.

Meski berbeda permasalahan, sorotan Bupati terhadap tenaga pengajar di sekolah-sekolah yayasan bukan pertama kali. Sebelumnya Bupati pernah meminta BKD untuk menarik para guru negeri yang diperbantukan di sekolah Yayasan. Penyebabnya sering lambatnya kenaikan pangkat golongan dibanding guru di sekolah negeri, karena yayasan lebih mementingkan guru yang diangkat, sehingga guru negeri yang diperbantukan minim jam mengajar, akibatnya guru yang bersangkutan sulit untuk memenuhi jumlah angka kredit sebagai syarat untuk kenaikan pangkat .


. UNTUK MENAMBAH LEBIH BANYAK LPJU

Bupati Minta Perhitungan Pemakaian Berdasar Meteran

Sistem pembayaran Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) yang dipasang oleh pemerintah daerah Kulonprogo ke PLN selama ini menggunakan dasar perhitungan jumlah daya se-Kulonprogo dikurangi jumlah daya pemakaian yang terdaftar direkening se-Kulonprogo sisanya diperhitungkan sebagai jumlah daya yang digunakan untuk lampu-lampu penerangan jalan umum, dirasakan kurang tepat. Dengan hanya menghitung berdasarkan asumsi tersebut meski terdapat LPJU di tempat-tempat yang strategis banyak tidak menyala, namun tetap diperhitungkan masuk dalam biaya pemakaian. Setiap tahun anggaran Pemkab yang digunakan untuk membayar LPJU kepada PLN sekitar 3 Milyar. Padahal biaya pembayaran yang digunakan bersumber dari Pajak Penerangan Jalan 8 persen setiap pemakaian listrik hanya masuk kurang dari 3 Milyar. Untuk itu Pemkab merencanakan setiap titik LPJU melalui meteran yang terpasang, tidak langsung mengambil arus dari kabel PLN seperti yang dilakukan sekarang ini..

Bupati Kulonprogo H.Toyo Santoso Dipo minta kepada instansi yang menanggani LPJU untuk merubah mekanisme pembayaran LPJU yang selama ini berjalan, dirubah berdasar perhitungan pemakaian yang sebenarnya dengan melakukan pemasangan meteran terhadap LPJU. Pemasangan meteran untuk LPJU ini dapat dilakukan untuk beberapa titik LPJU, tidak harus satu meteran satu titik LPJU. “Saya minta system pembayaran LPJU dirubah dengan sistem baru menggunakan dasar pembayaran meteran yang terpasang, selain lebih efektif efisien serta teliti imbasnya kita yakin dapat menambah jumlah lampu terpasang di sekitar kota Wates yang masih banyak jalan belum ada LPJU, pengalaman di daerah lain, dengan menggunakan meteran dapat menambah 100 persen LPJU dan biaya pemeliharaan hanya ada kenaikan 10 persen saja,”kata Toyo, Rabu (19/3).

Hal tersebut dibenarkan Asisten Administrasi, Muqodas Rozie,SH, menurutnya dalam perhitungan penggunaan lampu lalu lintas yang sebelumnya hanya didasarkan asumsi penggunaan berdasar jumlah daya lampu, dirubah dengan memasang meteran, jumlah pembayaran terdapat perbedaan dengan system meteran. “Berdasar pengalaman pembayaran lampu lalu lintas, sebelum dipasang meteran dengan sesudah dipasang meteran ternyata berbeda jauh, lebih efektif efisien dengan menggunakan meteran, karena kalau pas lampunya rusak atau mati jelas meteran tidak jalan, itu yang membedakan,”jelas mantan Kadinas Perhubungan Kulonprogo.

Dikatakan Bupati penambahan LPJU di luar Kota Wates selain menambah semarak juga untuk mendukung perkembangan kota Wates, dengan adanya jalan-jalan di luar kota diberi penerangan jalan serta pembangunan jalan, diharapkan akan tumbuh permukiman baru. Namun demikian pemukiman yang bermunculan di kanan kiri jalan harus ditata sehingga adanya perkembangan pembangunan tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat trotoar lebih lebar, seperti dilakukan oleh egara-negara maju, sehingga adanya rencana pelebaran jalan tidak akan menggusur bangunan.