30 Juni, 2008

PESERTA TFM PRAKTEK LAPANGAN DI 6 DESA

Sebanyak 34 peserta pelatihan tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang tergabung dalam Tim Fasilitator Masyarakat (TFM) gelombang II tingkat regional III mengadakan praktek lapangan di Kulonprogo sejak Minggu (29/6) hingga Kamis (24/7) mendatang. Peserta merupakan perwakilan dari kabupaten wilayah /regional III meliputi kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul Propinsi DIY, kabupaten Wonogiri, Rembang, Cilacap dan Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Sambas dan Ketapang Propinsi Kalimantan Barat masing-masing empat peserta. Lokasi praktek lapangan di enam desa meliputi desa Margosari dan desa Sidomulyo Kecamatan Pengasih, desa Sukoreno, Tuksono, Kaliagung Kecamatan Sentolo dan desa Tanjungharjo Kecamatan Nanggulan.

Sebelum ke lokasi peserta mengadakan audiensi dengan Bupati Kulonprogo H. Toyo Santoso Dipo di Gedung Kaca Pemkab, Senin (30/6). Turut hadir Kasubdit Kelompok Bermain, Direktorat PAUD Depdiknas Widarmi Wijana, Kadinas Pendidikan Kabupaten Kulonprogo Muh.Mastur,BA. dan Ketua Tim penggerak PKK Kabupaten Ny.Wiwik Toyo Santoso Dipo.

Widarmi menjelaskan praktek lapangan yang dilaksanakan merupakan realisasi dari pelatihan secara teori yang telah dilaksanakan selama empat minggu sebelumnya. Dengan teori dan praktek peserta yang lulus selanjutnya kembali ke daerah asalnya dapat mempraktekkan ilmu yang diperoleh untuk dikembangkan di daerahnya.

Sementara Bupati H.Toyo Santoso Dipo mengatakan bahwa pemerintah Kabupaten memberi perhatian serius terhadap PAUD. Bantuan yang telah terwujud berupa gedung PAUD, Laboratorium serta alat-alat edukatif. Hal ini menginggat dasar pendidikan yang utama sudah harus terbentuk sejak anak usia dini. Tingkat kecerdasan, bahkan sopan santun anak sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dari PAUD.

28 Juni, 2008

Soal Alih Status Desa Wates, Masyarakat Hanya Butuh Kejelasan

Sampai saat ini masih terjadi tarik ulur tentang alih status Desa Wates yang akan berubah menjadi Kelurahan. Karena pemahaman masyarakat tentang dampak dari adanya perubahan tersebut masih belum jelas. Apakah dengan perubahan tersebut percepatan pembangunan benar-benar bisa dilaksanakan seperti dalam sosialisasi-sosialisasi yang dilakukan. Atau hanya sekedar ungkapan agar alih status tersebut dapat segera dilakukan.

Masyarakat hanya butuh kejelasan apa maksud dari percepatan pembangunan, perbaikan pelayanan dan semua bentuk bantuan yang akan disampaikan ke masyarakat Desa Wates. Karena percepatan pembangunan yang disampaikan dalam sosialisasi tak pernah dijelaskan seperti apa mekanismenya sehingga pembangunan bisa lebih baik dari pembangunan yang selama ini telah dilakukan oleh masyarakat.

Demikian dikatakan oleh salah seorang warga Desa Wates Cahyono, Sabtu (28/6), dalam sosialisasi Rencana alih status Desa Wates menjadi Kelurahan di Gedung Kaca komplek pemkab. Sosialisasi tersebut dihadiri oleh Bupati Kulon Progo H. Toyo Santoso Dipo, Assek I Drs. Sutedjo Wiharso, Assek III Muqodas Rozie,SH, Kabag Pemdes Setda Kulon Progo Drs. Riyadi Sunarto, para pejabat eksekutif pemkab dari instansi yang lain serta warga Desa Wates.

Pembangunan yang selama ini dilakukan, lanjut Cahyono, sudah berjalan dengan baik. Bahkan, seperti halnya pelayanan ke masyarakat di Desa Wates lebih baik daripada di Kecamatan. “Jadi percepatan pembangunan yang dimaksudkan dalam sosialisasi itu seperti apa dan kapan bisa dilaksanakan ? Begitu juga dengan peningkatan pelayanan sebenarnya perubahan alih status tersebut untuk merubah menjadi lebih baik atau malah sebaliknya,” tanya Cahyono.

Disisi lain, Cahyono juga mengingatkan tentang masih minimnya perhatian pemkab terhadap upaya pembangunan di masyarakat. Hal itu dibuktikan dengan minimnya dukungan yang diberikan pemkab pada saat Pedukuhan Wetan Pasar yang berhasil mewakili DIY dalam lomba kebersihan yang bertajuk ‘Yogyakarta Gren and Clean”. “Kami maju lomba di tingkat Propinsi membawa nama Kulon Progo namun dukungan dari pemkab seakan tidak maksimal. Masak truk pengangkut sampah yang kami datangkan bekerjanya juga tidak maksimal, padahal sudah kami beri ongkos bensin dan rokok,” tandasnya.

Sementara itu, Bupati Kulon Progo H. Toyo Santoso Dipo menjelaskan bahwa mekanisme pembangunan di era otonomi daerah menggunakan sistem ‘buttom up planing’. Yaitu, pembangunan yang didasarkan pada usulan masyarakat sebagai dasar untuk menentukan kebijakan pembangunan. Yang selama ini telah ditampung dalam Musbangdus, Musbangdes dan juga Musrenbang. “Jadi karena keterbatasan dana serta mekanisme yang saat ini ada mungkin menjadikan keinginan masyarakat yang mendadak menjadi tidak bisa diakomodir. Karena kalau tidak melalui mekanisme yang ada kami selalu pemrintah juga akan mendapatkan teguran seperti, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” katanya.,

Sedangkan perbaikan pelayanan yang dimaksudkan jelas arahnya kepada perbaikan dari pelayanan yang selama ini telah dilakukan. Jadi kalau orang normal, tentu berfikir perbaikan pelayanan jelas dimaksudkan untuk memperbaikai pelayanan dari yang selama ini ada dan belum maksimal. Tidak mungkin peningkatan pelayanan malah akan menurunkan kualitas pelayanan yang selama ini telah dilakukan, lanjutnya.

Di sisi lain, Bupati menegaskan bahwa segala permasalahan yang menyangkut permasalahan pelaksanan pemerintahan bisa disampaikan langsung kepada bupati melalui media yang ada. Seperti, melalui surat, Telepon atau SMS. “Pada prinsipnya kami siap 24 jam dan semua permasalahan pelaksanaan pemerintahan bisa disampaikan ke kami. Seperti kalau ada truk pengangkut sampah yang masih meminta uang bensin dan rokok laporkan langsung saja ke kami pasti akan kami tindak lanjuti,” katanya.

TK ABA Diponegaran Lepas 19 Siswa

Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Atfal (TK ABA) Diponegaran yang berlokasi di Pedukuhan Dukuh, Desa Bumirejo, Kecamatan Lendah, melepas 19 siswa yang dinyatakan lulus. Pelepasan dilakukan Kamis (26/6) di kompleks TK setempat yang dimeriahkan dengan pentas seni dan pembagian hadiah bagi siswa berprestasi. Menurut Kepala TK ABA Diponegaran Rukiyem, pada tahun ajaran 2007/2008 jumlah siswa sebanyak 39 anak, yang terdiri dari 19 siswa B2 dan 20 B1. Seluruh siswa B2 dinyatakan lulus, dan tahun ini siap menerima 20 anak untuk duduk di kelas B1. Dikatakan, untuk menunjang pendidikan siswa, selain melaksanakan pelajaran pokok TK ABA Diponegaran menyelenggarakan beberapa pelajaran ekstrakurikuler yakni melukis, menggambar, menari dan drumband. ”Tahun ini prestasi siswa yang paling menonjol adalah juara I tingkat Provinsi DIY di bidang melukis yang diraih oleh Henri,” tutur Rukiyem.

27 Juni, 2008

WABUP KUKUHKAN PENGURUS IPHI

Masyarakat Cenderung Materialistis

Kecenderungan kehidupan masyarakat sekarang yang semakin materialistis sehingga rasa kesetiakawanan sosial menjadi semakin menipis, serta berbagai permasalahan yang berkembang di masyarakat memerlukan perhatian bersama, terlebih dalam era otonomi daerah, segenap komponen masyarakat dituntut untuk dapat ikut berperan aktif, berpartisipasi dalam proses pembangunan daerah.

Hal tersebut dikatakan Bupati Kulonprogo, H.Toyo Santoso Dipo dalam sambutan tertulis yang dibacakan Wakil Bupati Drs.H.Mulyono dalam pengukuhan pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kabupaten Kulonprogo periode 2008-2012 di Gedung Kaca Pemkab, Jum’at (27/6). Pengukuhan dilakukan Wabup Drs.H.Mulyono atas nama Bupati disaksikan Sekretaris IPHI Propinsi DIY, Wahono, Muspida dan Kakandepag Drs.H.Syahrowardi,MHI. Usai Acara pengukuhan diisi dengan siraman rohani oleh Imam Syafei dari Kota Gede Yogyakarta.

“Untuk membangun Kulonprogo, Pemda tidak akan dapat melaksanakan sendirian tanpa peran serta berbagai komponen yang ada di daerah, tentunya termasuk IPHI. Untuk itu mari kita bersama-sama nunggal rasa, nunggal karsa mbangun Kulon Progo,”pesannya.

Ditambahkan senandung Al Quran dahulu senantiasa menjadikan kebanggaan, namun sekarang malahan ada yang bangga dengan senandung-senandung yang lain. Hal ini merupakan pertanda bahwa di zaman globalisasi ini kehidupan agama semakin banyak tantangannya. Danb semestinya sebagai pribadi maupun lembaga harus selalu waspada penuh hati-hati untuk tidak jemu-jemunya mendidik diri, keluarga agar senantiasa gemar membaca Al Quran.

Sementara pengurus IPHI Kulonprogo yang dilantik Ketua Ir.H.Subito, Wakil Ketua I KH.Abdullah Syarifudin, ketua II KH.Da’in Balia, ketua III H.Muntachob, ketua IV Wakhid Jamil,Sag, MPd, Sekretaris Drs.H.Abdul Madjid, Bendahara Drs.H.Sumari, MPd dan dilengkapi bagian-bagian meliputi Bagian Organisasi, keanggotan dan kaderisasi, Bagian Pembinaan Litbang, Bagian Ibadah Sosial dan Kesejahteraan Umat, Bagian Bina usaha dan pemberdayaan umat, Bagian Diklat, Bagian Dakwah, Bagian Peranan Wanita dan Bagian Advokasi.

26 Juni, 2008

PELEPASAN SISWA DAN KEPSEK SD KEDUNGTANGKIL

Sebanyak 16 anak siswa SD Kedungtangkil Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulonprogo berhasil lulus 100 persen. Hasil UASBN rata-rata 26, 12 yang menempati urutan ke-4 di Cabang Dinas Pengasih bahkan beberapa anak mampu meraih nilai 10 dalam tiga mata pelajaran UASBN. Urutan berdasar tiga besar , ranking I. Desi Nurindah Yanti 28,60, rangking II. Dwi Ismawati 27,70 dan rangking III. Anna Khoirun Nisa 27,40.

Acara pelepasan siswa kelas VI berlangsung secara sederhana, Rabu (25/6) yang dihadiri para guru,Komite sekolah, Kadus Blumbang, Subandiyo dan wali murid kelas VI.

Dalam kesempatan tersebut sekaligus dilangsungkan acara pisah sambut kepala sekolah. Kepala Sekolah yang lama Kamari,S.Pd mutasi di SD Wates V, sedangkan kepala sekolah yang baru Rini Utami,S.Pd yang sebelumnya guru di SD Gebangan Pengasih.

Swadaya Masyarakat Kulon Progo 22 Milyar Rupiah

Selama kurun 1 tahun terakhir jumlah swadaya masyarakat untuk mendukung pembangunan di Kulon Progo mencapai Rp. 22 milyar. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sebagian besar dana digunakan untuk melengkapi pengerjaan bantuan aspal dan semen dari pemkab.

Demikian dikatakan Kasubdin Keluarga Berencana Dinas Dukcapilkabermas Drs Habib Al Asyari pada penutupan pelaksanaan Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) V dan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XV Kabupaten Kulo Progo, Senin (23/6) di balai desa Kranggan, Kecamatan Galur. Acara penutupan yang dilakukan setelah kunjungan kerja (Kunker) di wilayah Kecamatan Galur itu dihadiri oleh Bupati H Toyo Santoso Dipo, Camat Galur Jumanto, SH, pejabat pemkab, Ketua TP PKK Hj Wiwik Toyo Santoso Dipo dan tokoh masyarakat setempat.

Peningkatan tersebut, tambah Habib, menunjukkan bahwa partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam pembangunan semakin meningkat. Di samping itu juga menunjukkan bahwa respon masyarakat terhadap program pembangunan yang dilaksanakan pemkab sangat tinggi. Di setiap lokasi kunker masyarakat selalu menyampaikan apresiasi positif terhadap program pembangunan pemkab, terutama program bantuan aspal dan semen, katanya.

Dikatakan, BBGRM di Kulon Progo dilakukan selama sebulan penuh akhir Mei – Juni dengan melibatkan semua komponen masyarakat. Momen ini dapat memotivasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan diberbagai bidang. Di antaranya meningkatkan akselerasi pembentukan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ’Binangun’ di semua desa. Saat ini 88 desa di wilayah Kulo Progo semuanya telah membentuk LKM dan sebagian besar telah beroperasi.

”Selama pelaksanaan BBGRM, bupati dan kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melakukan kunker ke 12 wilayah kecamatan. Selain untuk meninjau hasil pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah dan masyarakat, kunker juga dimaksudkan untuk mendengarkan aspirasi warga sebagai dasar pelaksanaan program pembangunan di waktu-waktu mendatang,” terang Habib.

Dalam sambutannya Toyo menyatakan, gotong royong merupakan warisan leluhur yang adiluhung untuk menciptakan suasana hidup yang harmonis, damai dan tenteram. Dewasa ini ada semantara orang yang mangatakan bahwa gotong royong sudah luntur di kalangan masyarat. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa gotong royong masih sangat kental dalam kehidupan masyarakat, katanya.

”Saya yakin budaya gotong royong tidak akan pernah luntur. Karena selain merupakan budaya yang sudah sangat mengakar, manfaatnya bagi masyarakat sendiri sangat besar. Apa mungkin hal yang sangat besar manfaatnya akan ditinggalkan masyarakat? Saya yakin tidak, apalagi di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, termasuk Kulon Progo,” tegas Toyo.

25 Juni, 2008

Pelayanan Perijinan Masih Menjadi Sorotan Masyarakat

Pelaksanaan perijinan selama ini masih menjadi sebuah permasalahan yang krusial dan mendapatkan banyak sorotan. Karena keinginan dari masyarakat yang menuntut perijinan secara sederhana, cepat dan tepat, sering terbentur oleh mekanisme yang selama ini masih berjalan. Untuk itu, kantor perijinan yang sesuai dengan undang-undang nomor 15 tahun 2007 telah berubah menjadi Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) diharapkan mampu memberikan pelayanan perijinan yang lebih baik.

Agar pelaksanaan perijinan tersebut bisa berjalan sesuai dengan harapan masyarakat, KPT hendaknya mampu untuk berkoordinasi dengan semua pihak terutama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait dengan permasalahan perijinan. Koordinasi yang dilakukan juga harus didukung dengan adanya komitmen perijinan yang memiliki implikasi positif untuk menciptakan perbaikan pelayanan kepada masyarakat.

Demikian dikatakan Bupati Kulon Progo H Toyo Santoso Dipo pada acara sosialisasi dan koordinasi penyelenggaraan perijinan Rabu (25/6), di Gedung Kaca komplek pemkab. Sosialisasi disampaikan oleh Kepala KPT Sri Utari,SH dan dihadiri oleh Kepala DPU Ir. Moch. Nadjib, Kepala BPN Lutfi Zakaria,SIP, Kabag Pemdes Setda Kulon Progo Drs.Riyadi Sunarto serta peserta yang lainya.

Koordinasi dengan SKPD menjadi sangat penting agar efisiensi dan efektifitas perijinan bisa dilakukan. Dicontohkan, permasalahan perijinan yang masih menjadi hal yang krusial dan membutuhkan koordinasi dengan SKPD yang lain seperti, ijin tempat usaha. ”Dalam hal ini instansi terkait seperti DPU hendaknya berkoordinasi dengan baik dan memberikan dorongan agar perijinan bisa didapatkan dengan cepat, tepat dan murah,” ungkap bupati.

Bupati juga berharap dalam melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait masalah perijinan harus mengutamakan kebutuhan masyarakat. Karena selama ini sosialisasi ke masyarakat sering dititik beratkan pada peraturan dan kurang mengedepankan kebutuhan dari masyarakat, lanjutnya.

Sementara itu, Kepala KPT Sri Utari,SH mengatakan bahwa sampai saat ini KPT telah menyelenggarakan 30 jenis pelayanan perijinan yang menghasilkan 82 macam ijin. 30 jenis pelayanan perijinan yang dilaksanakan oleh KPT merupakan perijinan yang dulu dilaksanakan oleh 14 dinas teknis daerah.

Sesuai dengan perubahan struktur organisasi, KPT akan menjalankan tugasnya sesuai dengan azas pelayanan yang ada. Yaitu, Tranparansi, Akuntabilitas, Profesionalitas, Partisipasi, Kesamaan hak dan keseimbangan kewajiban.

Selanjutnya, KPT juga menerima pengaduan dari masyarakat terkait dengan pelayanan perijinan dengan ketentuan. Seperti, Aduan diberikan kepada KPT dengan disertai indentitas yang jelas, Aduan akan ditanggapi paling lambat 1 minggu sejak penerimaan dan Aduan disampaikan kepada petugas KPT atau melalui media yang lain seperti, surat, email atau SMS kepada Kepala KPT. ”Dengan cara-cara tersebut kami harapkan akan lebih mudah untuk menampung aspirasi masyarakat selajutnya menentukan langkah untuk menyelesaikan,” katanya.

22 Juni, 2008

ALIH STATUS DESA MENJADI KELURAHAN
Upaya Untuk Mempercepat Laju Pembangunan
Alih status desa menjadi kelurahan bagi Desa Wates merupakan startegi untuk mempercepat laju pembangunan. Karena dengan berstatus kelurahan, kesempatan untuk mendapatkan anggaran pembangunan menjadi lebih luas. Seperti bantuan dari Pemerintah Pusat akan dapat diterima dalam jumlah lebih besar.
Demikian dikatakan Wabup Drs H Mulyono di hadapan warga Pedukuhan Kriyanan, Sabtu (21/6) saat melakukan kunjungan kerja (kunker) Bulan Bhakti Gotong Royong (BBGRM) di wilayah Kecamatan Wates. Turut dalam kunjungan tersebut Ketua Komisi II DPRD Drs Sudarminto, Kepala Bappeda Budi Wibowo SH, beberapa pejabat pemkab serta pengurus TP PKK. Rombongan Wabup disambut oleh Camat Wates Drs Anang Suharsa, kepala desa dan tokoh masyarakat.
Dengan demikian, tambah Wabup, alih status tidak akan merugikan perangkat desa atau masyarakat. Tetapi justru akan lebih menguntungkan. Selain laju pembangunan akan lebih cepat, aset yang dikelola juga akan lebih banyakdan jelas.
"Contohnya bekas gedung bisokop ‘Mandala’. Saat ini gedung itu tidak jelas siapa pengelolanya. Kalau ada yang akan menggunakan pasti menghubungi bupati. Padahal itu bukan ranah urusan bupati. Akan lebih tepat kalau nanti yang mengelola KelurahanWates," tuturnya.
Mulyono menegaskan, alih status Desa Wates bukan hanya merupakan keinginan pemkab. Namun merupakan hasil studi kelayakan dari akademisi yang benar-benar kredibel dan independen. Kalau dinilai sudah layak, tentunya itu merupakan jalan terbaik bagi Desa Wates untuk lebih maju, imbuhnya.
"Contoh di beberapa daerah menunjukkan, dengan menjadi kelurahan percepatan pembangunan wilayah menjadi lebih tinggi. Seperti di Purworejo, dengan adanya 25 kelurahan dari 436 desa yang ada kemajuan pembanguan bisa menjadi lebih cepat," terang Mulyono.
Oleh karenanya, Wabup mengharapkan agar perangkat desa dan masyarakat Wates mendukung rencana alih status tersebut. Semua proses akan dirancang secara matang dan dijamin tidak akan ada yang dirugikan, tandasnya.
Mantan pejabat DPU Kota Bandung itu menilai wajar kalau saat ini di tengah masyarakat ada sikap pro dan kontra. Sebab, kata dia, belum semua pihak tahu persis esensi alih status. Ada yang khawatir alih status akan merugikan perangkat desa ataumasyarakat.
"Saya berharap bagi yang belum tahu langsung saja bertanya ke pemkab. Saya dan Pak Bupati siap menerima dalam waktu 24 jam. Kalau tidak bisa menghadaplangsung bisa dengan SMS. Tidak perlu memasang spanduk," ujar Mulyono.
Selain di Kriyanan, kunker juga dilakukan di beberapa desa lain di wilayah Kecamatan Wates, dengan meninjau hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun swadaya masyarakat setempat.
Menurut Anang Suharsa, selama 2 tahun terakhir besarnya swadaya mengalami peningkatan 100 persen lebih. Tahun 2006 sebesar Rp. 603.690.700,- dan tahun 2008 mencapai Rp. 1.281.531.000,-. Peningkatan ini menunjukkan partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam pembangunan telah semakin meningkat pula, katanya.

Gedung Puskesmas Wates Diresmikan
Gedung Puskesmas Wates yang baru di Desa Triharjo, Kecamatan Wates, Sabtu (21/6) diresmikan oleh Wakil Bupati Drs H Mulyono. Peresmian dilakukan dengan pemotongan buntal serta membuka pintu Puskesmas. Hadir pada acara itu Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo Dr Lestaryono, M Kes, Camat Wates Drs Anang Suharsa, Plt Kepala Puskesmas Wates drg Agung Sugiyarto dan segenap staf.
Usai peresmian Wabup meninjau beberapa ruang seperti kamar periksa, UGD, laborat serta perawatan gigi. Di ruang perawatan gigi, Mulyono menyaksikan peragaan pemeriksaan gigi dengan menggunakan alat oleh perawat setempat. "Dengan alat ini pemeriksaan dan perawatan bisa dilakukan dengan lebih mudah dan akurat. Pasien tidak perlu dicangap karena kondisi gigi bisa dilihat di monitor, terang Agung.
Mulyono mengharapkan, dengan menempati gedung baru Puskesmas Wates bisa meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Karena dengan gedung yang lebih representatif serta peralatan yang lebih lengkap, Puskesmas akan memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik pula. Jangan sampai terjadi, gedung dan peralatannya lebih baik kok pelayananannya sama atau malah lebih buruk, ujarnya.
"Dibanding Puskesmas-Puskesmas yang lain gedung ini lebih bagus. Sayangnya, kualitas air kurang baik, warnanya kuning. Mungkin karena tempatnya baru. Saya minta Dinas Kesehatan segera menangani hal ini. Jangan sampai air yang kurang baik ini nanti malah menimbulkan masalah baru bagi pasien," imbau Mulyono.

20 Juni, 2008

PEMILU 2009 MENDATANG

Wabup : Jangan Golput

Pada saat berlangsungnya Pemilu 2009 mendatang warga masyarakat diharapkan menggunakan hak pilihnya, dan jangan golput. Dalam memilih anggota legislatif hendaknya jangan karena yang bersangkutan sudah memberi amplop, karena kalau jadi tidak mampu menyuarakan kepentingan yang diharapkan warga, ia tidak salah sebab suaranya sudah merasa dibeli artinya sudah lunas. Sebaiknya yang dipilih sudah kenal, suka bermasyarakat, bekerja keras dan membela program-program masyarakat. Caleg yang punya rezeki banyak kalau bantu kepada kelompok masyarkat, sehingga seandainya tidak jadi sudah merupakan amal ibadah.

Harapan tersebut disampaikan Wakil Bupati Kulonprogo Drs.H.Mulyono di hadapan warga Desa Kanoman dan Desa Bugel, saat melakukan kunjungan kerja dalam rangka kegiatan Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) di Kecamatan Panjatan, Kamis (19/6). Pada kesempatan tersebut Wabup didampingi segenap pejabat pemkab, pengurus Tim Penggerak PKK Kabupaten dan disambut oleh Camat Panjatan Ir.aspiyah,MSi.

Tidak punya uang jangan jago caleg, tambah Wabup, daripada hanya mencari pinjaman kesana-kemari nanti kalau jadi malah bias-bisa korupsi untuk menutup pinjaman. “Kepada warga masyarakat tolong dalam memilih wakil saudara yang nantinya akan duduk di DPRD Kabupaten dicermati, jangan hanya terpancing parpolnya, kalau pilih yang calegnya sewilayah sehingga nanti dapat menjamin dalam memperjuangkan usulan masyarakat untuk menjadi program pemkab,”ujarnya.

Dalam kunker itu Mulyono meninjau dan meresmikan hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan masyarakat desa Kanoman dan Bugel. Seperti pembangunan jalan aspal, gardu ronda, kolam ikan, dan mengikuti kegiatan Sedekah Bumi atau Ancakan di Balai Pertemuan Kelompok Tani di Bulak Bugel bersama warga desa Bugel, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan sebelum melakukan panen padi.

Menurut Aspiyah, selain kegiatan fisik berupa pembangunan infrastruktur, pembangunan non fisik yang telah dilakukan dan berhasil antara lain Balita sehat mampu juara tingkat propinsi, Paduan suara Lansia juara Kabupaten dan Kadarkum juara tingkat nasional.

19 Juni, 2008

Desa Sidomulyo Raih Rekor Pembayaran PBB Tercepat

Dengan daerah yang sebagian besar merupakan daerah perbukitan, warga Desa Sidomulyo, Pengasih tak pernah patah semangat untuk mewujudkan pembangunan di daerahnya. Besarnya semangat warga Sidomulyo untuk bergotong royong membangun daerah, sebanding dengan semangat warga untuk melaksanakan kewajibannya berupa pembayaran pajak bumi (PBB) kepada pemerintah.

Dengan semangat tersebut, Desa Sidomulyo berhasil menciptakan rekor pembayaran pajak tercepat di Kecamatan Pengasih dengan tenggang waktu pelunasan hanya tiga bulan sejak penerimaan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) diberikan. Prestasi dengan pembayaran PBB tercepat, diikuti dengan sederet keberhasilan pembangunan di desa seperti, menyelesaikan kewajiban penyusunan APBDes dan beberapa Perdes, peningkatan swadaya masyarakat dari adanya bantuan stimulan semen serta kemajuan bidang pelayanan kesehatan, pendidikan dan kantibmas.

Kepala Desa Sidomulyo R. Sukesidono menyampaikan hal tersebut di hadapan Bupati Kulon Progo Rabu (18/6), di Aula Balai Desa Sidomulyo saat bupati melaksanakan Bulan Bhakti Gotong Royong (BBGRM) di Kecamatan Pengasih. Selain Bupati Kulon progo H. Toyo Santoso Dipo, ikut hadir dalam kesempatan tersebut, Wabup Drs. H. Mulyono, Kepala Dinas Dukcapilkabermas Drs. Sarjana, Kepala DPU Ir. Moch. Nadjib, Kabag Pembangunan Setda Nogroho,SE dan staf pemkab yang lainnya.

PBB yang telah lunas dibayarkan pada tanggal 16 Juni 2008 sebanyak 4.778 lembar SPPT dengan nominal sebesar Rp 76.918.406. ”Hal tersebut menunjukan keseriusan warga Sidomulyo untuk terus melaksanakan pembangunan secara gotong royong. Namun juga tidak meninggalkan kewajibannya sebagai warga negara yaitu, taat membayar pajak,” kata Sukesidono.

Disamping pembangunan dan kewajiban pembayaran pajak, Desa Sidomulyo memiliki potensi alam yang cukup menjanjikan. Sehingga kedepan, Desa Sidomulyo memiliki prospek perkembangan pembangunan yang baik. Salah satu potensi yang dimiliki Desa Sidomulyo adalah hasil hutan berupa kayu. Karena sesuai dengan data yang ada, produksi kayu dari Sidomulyo terhitung besar dan telah berhasil menyuplai kebutuhan kayu sampai keluar daerah.

Data yang ada menunjukkan, Desa Sidomulyo yang memiliki hutan rakyat dengan luas 1.095 hektare setiap tahunnya mampu menghasilkan produksi kayu dengan jumlah cukup besar dan dengan jenis beraneka ragam. Yaitu, Jati 189 m3/hektare (Ha), Mahoni 117 m3/Ha, Akasia 293 m3/Ha, Sonokeling 47 m3/Ha dan kayu lain 204 m3/ha.

Menurut Camat Pengasih Dra. Sri Hermintarti,MM selain berbagai keberhasilan yang telah dilakukan oleh Desa Sidomulyo secara merata berbagai kemajuan pembangunan juga telah dilaksanakan di desa-desa yang lain. Sedangkan jumlah dana yang telah diberikan ke desa-desa untuk tahun anggaran 2007-2008 secara keseluruhan mencapai Rp 7,9 milyar dengan kegiatan masyarakat mencapai 290 kegiatan. ”Dengan dana sebesar Rp 2,9 milyar tersebut, berhasil memancing swadaya masyarakat yang jumlahnya mencapai Rp 1,7 milyar,”katanya.

Sementara itu, Bupati Kulon Progo H. Toyo Santoso Dipo memberikan apresiasi tersendiri terhadap ketaatan warga Sidomulyo khususnya terhadap pembayaran PBB. Bupati berjanji untuk memberikan perhatian tersendiri terhadap perkembangan pembangunan di Sidomulyo. ”Karena masih banyak kebutuhan masyarakat Sidomulyo yang sampai saat ini belum terpenuhi seperti, kebutuhan jalan, air bersih dan pemerataan listrik. Kami berjanji untuk memberikan perhatian lebih sebagai penghargaan kepada masyarakat yang berprestasi dalam pembayaran PBB,” katanya.

Ditempat lain, Bupati menyampaikan himbauan kepada masyarakat untuk tidak malu berguru kepada siapapun untuk meraih kemajuan. Bahkan, kalau perlu kita belajar kepada ’wong ngarit’ yang sebenarnya memiliki pola hidup cerdas. Karena ia biasa menyisihkan waktu sebentar untuk ’ngasah arit’ agar dalam bekerja lebih cepat, efisien dan efektif. Sehingga sebelum kita bertindak kita perlu belajar lebih dulu seperti ’ngasah arit’ agar pekerjaan kita menghasilkan hasil yang baik sesuai dengan rencana kita, lanjut bupati.

18 Juni, 2008

Swadaya Masyarakat Mencapai Rp.1,5 M

NANGGULAN SIMPUL PERTUMBUHAN KULONPROGO UTARA

Pertumbuhan ekonomi di wilayah Kecamatan Nanggulan akhir-akhir ini menunjukkan semakin meningkat pesat. Sebagai simpul pertumbuhan ekonomi di wilayah utara, dapat dilihat dengan semakin banyaknya muncul berbagai lembaga keuangan sebagai dukungan modal usaha masyarakat. Menjelang tengah malam perputaran ekonomi warga dengan menggelar dagangan semakin hari makin bermunculan. Tidak ketinggalan berpengaruh dengan nilai jual tanah yang juga semakin mahal.

Hal tersebut dikatakan Camat Nanggulan L.Bowo Pristianto,SH, Selasa (17/6), ketika menerima Wakil Bupati Kulonprogo, Drs.H.Mulyono dalam Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) tahun 2008 di wilayah Kecamatan Nanggulan. Dalam kesempatan itu Wabup didampingi Kadinas Dukcapilkabermas, Drs.Sarjana, Kabag Kesra Arief Sudarmanto,SH, Kabag Pembangunan Nugroho,SE, dan pejabat pemkab lainnya.

”Peningkatan pertumbuhan ekonomi, sangat mempengaruhi peran serta masyarakat dalam ikut serta membangun daerah, terbukti dengan beberapa bantuan dana dari pemerintah, mampu meningkatkan swadaya masyarakat sekitar Rp.1,5 Milyar ,”kata Bowo.

Dalam kegiatan BBGRM, Wabup meresmikan pembangunan jalan aspal, Pos Ronda, meninjau kegiatan PAUD, yang tersebar merata di enam desa. Yakni Donomulyo, Banyuroto, Tanjungharjo, Wijimulyo, Jatisarono dan Kembang.

Dalam kesempatan tersebut Wabup. Drs.H.Mulyono mengaku salut dengan peran serta masyarakat yang sangat luar biasa dalam pembangunan, dengan nilai swadaya yang tinggi, bahkan bangket jalan mampu swadaya 50%. ”Dengan peran serta warga dalam pembangunan hendaknya terus dilakukan, terutama kedepan dalam perawatan dan pemeliharaan, karena jauh lebih murah dibanding harus dimulai dengan membangun kembali,”pesannya.

Swadaya Masyarakat Mencapai Rp 922,7 Juta

Camat Girimulyo Keluhkan Minimnya Bantuan Stimulan Semen

Selama tahun 2007 masyarakat Kecamatan Girimulyo telah melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana jalan dengan swadaya murni masyarakat yang mencapai Rp 922,7 Juta. Namun jumlah tersebut belum sebanding dengan besarnya jumlah bantuan stimulan dari pemkab khususnya bantuan semen. Karena di tahun 2008 alokasi bantuan semen untuk Kecamatan Girimulyo hanya sejumlah 4.818 zak. Jumlah ini masih lebih sedikit dari beberapa kecamatan lain di Kulon Progo seperti, Samigaluh (8.665 zak), Kokap (7.445 zak) dan Sentolo (5.937 zak).

Padahal masyarakat merasa pembangunan fasilitas berupa jalan masih menjadi skala prioritas sebagai sarana untuk mobilisasi barang maupun manusianya. Diharapkan, pemkab Kulon Progo bisa lebih intensif memperhatikan hal ini. Agar Kecamatan Girimulyo yang merupakan daerah perbukitan di wilayah Kulon progo bisa berkembang dengan baik. Seiring dengan perkembangan pembangunan di daerah-daerah yang lain.

Demikian dikatakan Camat Girimulyo Drs. Sumiran Senin (16/6), dalam acara Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) tahun 2008 di Kecamatan Girimulyo. Hadir dalam acara tersebut Wabup Kulon Progo Drs. H. Mulyono, Kepala Dinas Dukcapilkabermas Drs. Sarjana, Kadinkes dr. Lestaryono, Kabag Pembangunan Nugroho,SE serta pejabat pemkab yang lainnya.

Pembangunan oleh masyarakat secara gotong royong tersebut terbagai kedalam pembangunan sarana prasarana jalan dan non jalan. Untuk sarana dan prasarana jalan meliputi 35 kegiatan dengan swadaya murni masyarakat sebesar Rp 744,3 juta. Yang meliputi kegiatan, pembuatan jalan, perkerasan jalan dengan cor block, pengaspalan jalan maupun pemeliharaan.

Sedangkan sarana prasarana non jalan meliputi 21 kegiatan dengan swadaya murni masyarakat sebesar Rp 178,4 juta. Kegiatan tersebut meliputi, pembangunan tempat ibadah sarana dan prasarana keamanan, air bersih dan yang lainnya. ”Sedangkan di tahun 2008 Girimulyo mendapatkan dana dari program PNPM Mandiri yang jumlahnya mencapai Rp 1,5 M dengan dana sharing dari pusat sebesar Rp 1,2 M dan APBD kabupaten sebesar Rp 300 juta,” papar Sumiran.

Menanggapi hal tersebut, Wabup Drs. H. Mulyono dalam sambutannya mengatakan bahwa besar kecilnya penerimaan bantuan semen tergantung dari banyak sedikitnya kelompok masyarakat yang mengajukan bantuan. Semakin banyak masyarakat yang berpartisipasi dan mengajukan proposal berarti akan semakin banyak jumlah bantuan yang akan diterima untuk pembangunan.

Masyarakat diharapkan bisa mengerti dengan kondisi ini dan selanjutnya bisa menanggapinya dengan mengajukan proposal bantuan kalau memang masih membutuhkan bantuan semen. ”Di tahun ini kami masih mengajukan bantuan belanja tambahan (ABT) berupa bantuan semen yang jumlahnya kalau disetujui mencapai Rp 3 M. Masyarakat kalau memang membutuhkan bantuan silahkan mengajukan karena kalau yang mengajukan sedikit lagi, ya nanti jumlahnya kalah lagi,” katanya.

Disi lain, Wabup mengharapkan selain melaksanakan pembangunan masyarakat hendaknya juga bisa memelihara rasa dan semangat gotong royong di masyarakat. Karena dengan gotong-royong pembangunan maupun perawatan dan pemeliharaan hasil pembangunan akan semakin mudah dilaksanakan. ”Pemeliharaan ini sangat penting mengingat pemeliharaan akan membutuhkan biaya yang jauh lebih sedikit daripada membangunnya kembali,” lanjut Wabup.

16 Juni, 2008

Empat Raperda Desa Ditetapkan Menjadi Perda

Empat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang desa disetujui untuk ditetapkan menjadi Perda dalam rapat paripurna DPRD Kulon Progo, Jumat (13/6) di gedung dewan setempat. Empat Raperda tersebut adalah tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa, Sekretaris Desa non PNS dan Perangkat Desa Lainnya, Badan Usaha Milik Desa, Kerjasama Desa serta Lembaga Kemasyarakatan Desa.

Dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPRD Drs H Kasdiyono dan dihadiri oleh Bupati H Toyo Santoso Dipo serta segenap pejabat pemkab tersebut 6 fraksi setuju dengan penetapan ke-4 Raperda. Semua fraksi secara umum mengharapkan agar penetapan 4 raperda dapat meningkatkan kualitas pelayanan perangkat desa dan peningkatan pemberdayaan masyarakat desa.

Namun demikian dalam pendapat akhirnya masing masing fraksi menyampaikan hal yang bneragam. Seperti Fraksi PDIP, dengan juru bicara Longgar Muji Raharjo BA, mengharapkan agar Tunjangan Pendapatan Aparat Pemerintah Desa (TPABD) bisa diserahkan setiap bulan, tidak tri wulan seperti yang dilakukan saat ini. Diharapkan pula, untuk desa karangkopek (desa yang tidak memiliki tanah lungguh) yang ada di Kecamatan Kokap mulai tahun 2009 nanti ada penambahan kesejahteraan bagi perangkat desa meelalui APBD.

“FPDIP juga berharap agar pengisian sekretaris desa oleh PNS segera ditindaklanjuti karena merupakan amanat Undang-Undang dan teknis pelaksanaanya sudah ada. Sedang pendapatan sekdes non PNS dari tanah bengkok karena statusnya berubah menjadi PNS maka tanah lungguhnya diubah menjadi kas desa,” pinta Longgar.

Melalui juru bicaranya Drs Risman Susandi, FPAN menilai bahwa saat ini masih ada ketimpangan pendapatan cukup signifikan bagi perangkat desa yang punya tanah lungguh dengan desa karangkopek. Perangkat desa karangkopek hanya mempunyai 1 sumber pendapatan dari TPABD sementara yang non karangkopek punya TPABD sekaligus tanah lungguh.

“Sebagai contoh, penghasilan kepala desa karangkopek sebesar Rp. 1.250.000 perbulan. Sedang kades non karangkopek Rp. 900.000,- ditambah 6 bagian tanah lungguh. Untuk staf desa karangkopek Rp. 530.000,-, sementara non karangkopek Rp. 350.000,- plus 2 bagian tanah lungguh,” terang Risman.

Dalam pendapat akhirnya Toyo menyatakan, penghasilan kedudukan keuangan perangkat desa karangkopek berkait dengan perbandingannya diatur dengan Peraturan Bupati (Perbup) berdasar Perda ini. Alasan tidak diatur perbandingannya dalam Perda seperti halnya desa non karangkopek karena kenaikan angka perbandingan desa non karangkopek berimplikasi signifikan terhadap APBD. “Kebijakan ini perlu kami sampaikan karena keberadaan 85 desa non karangkopek yang cukup majemuk,” tandas Toyo.

Ditambahkan, selain penghasilan pokok, kades, sekdes non PNS dan perangkat desa lainnya juga mendapat tunjangan suami/istri, anak dan tunjangan kesehatan. Sedang pengaturan tentang tunjangan purna tugas sama dengan tanah lungguh. Yaitu bersumber dari tanah pengarem-arem bagi desa non karangkopek dan bagi desa karangkopek bersumber dari APBD, katanya.

PDIP Kembangkan Padi Jenis MSP

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) secara nasional mengembangkan tanaman padi lokal jenis Mari Sejahterakan Petani (MSP). Jenis padi yang pertama kali ditemukan oleh warga Bogor bernama Surono Sunu itu memiliki kelebihan dibanding varitas lain yang saat ini banyak ditanam petani. Antara lain, bulirnya lebih banyak dan nasinya lebih gurih.

Untuk mensosialisasikan kepada masyarakat Kulon Progo, padi jenis MSP telah ditanam di bulak Boto, Desa Kembang, Kecamatan Nanggulan sebagai lahan percontohan. Di bulak itu petani menanam padi di lahan seluas 3,2 ha pada awal bulan Maret lalu. Dan saat ini telah memasuki masa panen.

Panen perdana dan wiwit untuk menandai dimulainya masa panen, dilakukan dengan cukup meriah. Acara itu dihadiri Anggota Komisi II DPR RI Edi Mihati, Bupati H Toyo Santoso Dipo, Wakil Ketua II DPRD Drs Sudarta, Kadis Pertanian dan Kelautan Ir Agus Langgeng Basuki, Camat Nanggulan Drs L Bowo Pristianto, Kades dan Perangkat Desa Kembang, Ketua DPC PDI Kulon Progo Zuharsono Ashari dan jajaran pengurus serta petani setempat.

Menurut Edi, pengembangan padi MSP merupakan upaya PDIP untuk mencukupi kebutuhan beras bagi masyarakat, sekaligus untuk meningkatkan pendapatan petani. Bibit padi MSP, kata dia, tidak dipasarkan secara umum. Namun akan diberikan secara cuma-cuma kepada petani melalui jalur pengurus PDIP di tingkat cabang dan ranting.

Program ini, imbuhnya, bukan semata-mata untuk kampanye partai. Tetapi memiliki tujuan yang lebih luas dan mendasar yakni untuk meningkatkan ketersediaan pangan dan kesejahteraan wong cilik. “Secara pribadi saya akan membantu bibit untuk penanaman 5 ha bagi petani Kulon Progo,” janjinya.

Bupati Toyo pun tak mau kalah. Orang nomor 1 di Kulon Progo tersebut akan membeli hasil panen berkualitas bibit sebanyak 1,5 ton dari petani Boto untuk dibagikan kepada masyarakat. Yang akan dibantu bukan hanya anggota PDIP saja namun semua petani di Kulon Progo, tandasnya.

Toyo menilai, nasi MSP memang lebih enak dibanding jenis beras lain, seperti IR 64. Dan melihat hasil panen di bulak Boto, jenis padi ini cocok ditanam di Kulon Progo. Oleh karenanya Pemkab akan membantu memfasilitasi pengembangannya.

Menurut warga setempat Heri Joko Budiyanto, dari hasil ubinan yang telah dipanen tingkat produktivitas padi MSP mencapai 10,5 ton perhektar. Hasil itu masih di bawah daerah lain seperti Bogor yang mencapai 18 ton/ha, Jember 16 ton/ha dan Klaten 12 ton/ha.

Penyebabnya, petani di Boto masih menggunakan teknik penanaman secara tradisional. Padahal jenis ini memerlukan teknik khusus sesuai dengan aturan yang memang berbeda dengan cara penanaman yang biasa digunakan petani Nanggulan dan sekitarnya.

“Bila pengelolaan dilakukan dengan benar, padi MSP bisa dipanen 3 kali. Singgangnya dapat tumbuh dan berbuah sampai tingkat kedua, dengan usia panen sekitar 65 hari,” terangnya.

14 Juni, 2008

DESA KEBONREJO TEMON DINILAI TIM PROPINSI

Forum Rembug Desa Dapat Minimalisir Konflik

Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengatakan keberhasilan pembangunan bukan hanya ditentukan oleh kualitas kepemimpinan Kades atau Lurah beserta perangkatnya semata. Namun partisipasi masyarakat memegang peranan yang cukup besar dan sangat strategis, karena dari dukungan masyarakatlah pembangunan akan berhasil dengan baik dan dapat diterima oleh semua pihak.

Hal tersebut dikatakan Gubernur dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Dinas Sosial Propinsi DIY, dr.Andung Prihadi Santoso,M.Kes dalam acara Perlombaan Desa Tingkat Propinsi DIY di Balai Desa Kebonrejo Kecamatan Temon, Sabtu (14/6). Turut hadir, Sekda Kulonprogo,Drs.H.So’im,MM, Ketua PKK Propinsi Ny.Tri Harjun Ismaji, Ketua PKK Kulonprogo, Ny.Wiwik Toyo S Dipo, dan Kadinas Dukcapil Kabermas Drs.Sarjana. Dalam kesempatan tersebut dr.Andung selaku Ketua Tim Penilai menyerahkan penghargaan dari Menteri Sosial RI berupa Piagam dan uang pembinaan kepada Oroso Langgeng Kebonrejo atas prestasi dalam pelayanan lanjut usia (lansia).

“Oleh sebab itu, sinergi antara perangkat desa dengan masyarakat memang harus selalu di jaga dan ditingkatkan agar semua program pembangunan yang telah disepakati dan direncanakan dapat terlaksana dengan baik,”katanya.

Ditambahkan Forum rembug desa yang mungkin dilaksanakan bersamaan dengan pertemuan rutin warga pada setiap bulan atau selapanan perlu terus digiatkan. Melalui forum ini masyarakat dibiasakan untuk berpartisipasi melakukan sambung roso, saling tukar informasi dan menjaring aspirasi sehingga kebijakan yang diambil oleh aparat desa dapat selaras dengan keinginan seluruh warga masyarakat. Kalau kebiasaan seperti ini bias dilaksanakan dengan baik, jalannya roda pemerintahan di desa dapat berjalan lancar, syak wasangka yang berujung pada aksi demo masyarakat dapat di minimalisir.

“Forum rembug desa merupakan forum yang mempunyai makna positif juga sangat bermanfaat untuk menjaga ketentraman masyarakat, sehingga perlu di apresiasi bersama. Di masa sekarang ini keterbukaan atau transparansi sudah menjadi kebutuhan yang tidak bias ditawar-tawar lagi. Sudah bukannya lagi menutup-nutupi kebijakan yang hanya menguntungkan kelompok masyarakat tertentu,” pesannya.

Menurut Sultan, masyarakat mempunyai kesempatan atau mendapatkan akses yang sama terhadap segala hal yang berkaitan dengan kemajuan desanya. Apabila terdapat riak permasalahan sekecil apapun dapat segera dikomunikasikan dan dicarikan solusinya secara bersama-sama. Pada akhirnya masyarakat akan berharga ketika merasa diwongke sehingga kesadaran untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan di wilayahnya menjadi lebih meningkat.

12 Juni, 2008

Banyak Hasil Pembangunan Yang Rusak Akibat Kepentingan Parsial

Berbagai kepentingan terselubung yang bersifat parsial atau hanya untuk perorangan dan kelompok tertentu membuat suasana yang semula kondusif menjadi tak terkendali. Munculnya hal tersebut juga tak jarang membawa dampak yang buruk bagi perkembangan pembangunan. Seperti, adanya demonstrasi yang ditunggangi oleh kepentingan tertentu sehingga demonstrasi yang sebenarnya merupakan salah satu cara mengungkapkan aspirasi berubah menjadi tindakan yang bersifat anarkhis.

Sikap anarkhis tersebut lalu berubah menjadi tindakan perusakan berbagai infrastruktur dan fasilitas umum yang merupakan salah satu dari hasil pembangunan. Untuk itu, kita harus selalu bisa menjaga kearifan lokal yang selama ini telah ada dan menjadi budaya yang adiluhung bangsa kita. Salah satu kearifan lokal tersebut adalah rasa persatuan dan kegotong royongan yang selama ini telah mengakar di masyarakat. Karena membangun secara gotong royong dan bersama-sama bisa menumbuhkan rasa memiliki serta keinginan untuk selalu menjaga, merawat dan melestarikan.

Demikian dikatakan oleh Wakil Bupati Kulon Progo Drs. H. Mulyono Rabu (11/6), dalam acara Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) tahun 2008 di Balai Desa Hargotirto, Kokap. Dalam kesempatan tersebut, Wabup hadir bersama dengan beberapa pejabat pemkab yang lain seperti, Kepala Dinas Dukcapil kabermas Drs. Sarjana, Kepala Dinkes dr. Lestaryono, Kepala BPKD Suta’at,AK, Kepala Kantor KPT Sri Utari,SH, Camat Kokap Dra. Sri Utami,M.Hum dan yang lain.

Yang terjadi sekarang, kebanyakan orang hanya bisa bicara masalah persatuan dan kegotong royongan. Namun mereka tidak bisa mengaktualisasikan sikap persatuan dan kegotong royongan tersebut kedalam kegiatan yang sesungguhnya. “Sehingga kita sebagai generasi penerus harus mampu untuk menjaga dan memelihara rasa kegotong royongan tersebut dalam melaksanakan berbagai pembangunan di daerah ini,” katanya.

Karena sebenarnya saat ini posisi yang kita jalani adalah sebagai sebuah generasi peralihan. Yaitu, antara generasi pendahulu yang selalu berpegang dan berusaha mengahargai budaya dan generasi sesudah kita yang selalu berfikir tentang perkembangan kedepan. Sehingga sebagai sebagai sebuah mata rantai kita harus mampu memberikan contoh dan juga mengajarkan tentang pentingnya persatuan dan kegotong royongan kepada generasi penerus, lanjut Wabup.

Di sisi lain, agar sebuah daerah mampu bersaing dalam mewujudkan pembangunan yang sesuai dengan kepentingan masyarakat, daerah membutuhkan seorang figur pemimpin yang benar-benar tepat. Misalnya, dalam menentukan wakil rakyat, selayaknya daerah bisa memilih putra terbaik untuk duduk dalam lembaga perwkilan. Karena seorang putra daerah ia akan paham bagaimana kehidupan dan keinginan masyarakat di daerahnya. “Seperti misalnya, kita sebagai warga kokap kita juga harus mengutamakan untuk memilih wakil yang dari Kokap. Jangan memilih wakil kita dari daerah lain. Karena bagaimanapun yang dari daerah lain itu pasti lebih mengutamakan daerahnya dibanding Kokap,” tandas Wabup.

Dalam kesempatan itu, BBGRM juga diisi dengan meninjau berbagai kemajuan pembangunan yang selama tahun 2007-2008 dilaksanakan di Kecamatan Kokap. Seperti, peternakan kelinci, ikan lele, kambing PE, pembuatan pupuk organik, pembangunan jalan cor blok, mushola dan kegiatan belajar mengajar untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Sementara itu, Camat Kokap Dra. Sri Utami,M.Hum mengatakan bahwa berbagai kegiatan tersebut didanai dengan anggaran sharing. Yaitu, dari pemerintah pusat, provinsi maupun Kabupaten Kulon Progo. Melalui dana-dana program seperti, P2KP, PNPM Mandiri maupun dana penguatan modal usaha.

Secara umum, program-program pembangunan tersebut telah berhasil dilaksanakan dengan baik dan benar-benar telah memberikan manfaat kepada masyarakat di Kecamatan Kokap. Namun banyaknya program pembangunan yang telah digulirkan ternyata belum mampu mencakup secara keseluruhan dari berbagai rencana pembangunan di masyarakat. “Banyak program pembangunan yang sangat urgen namun sampai saat ini belum terlaksana. Seperti, pemerataan penerangan listrik, pengaspalan jalan, penguatan modal kelompok, penyediaan bibit tanaman pangan berkualitas serta pembangunan sarana air bersih,” katanya.

11 Juni, 2008

Rutan Wates Buka Wartel

Rumah Tahanan (Rutan) Negara Klas II B Wates membuka warung telekomunikasi (Wartel) khusus di dalam kompleks rutan setempat. Wartel tersebut diresmikan oleh Kakanwil Dephum dan HAM DIY M Nasir Alami SH MM, Rabu (11/6).

Dalam sambutannya Nasir mengatakan, dibukanya wartel bertujuan untuk memfasilitasi warga binaan rutan agar setiap saat bisa berkomunikasi dengan keluarganya. Sehingga hubungan kekluargaan mereka tidak terputus karena tidak pernah saling berkomunikasi.

Namun Nasir menegaskan agar keberadaan wartel digunakan untuk hal-hal yang positif. “Kalau wartel digunakan untuk kebutuhan negatif seperti transaksi narkoba maka pelakunya akan ditindak tegas. Bukan hanya bagi binaan rutan saja. Bagai pegawai rutan yang menggunakan wartel untuk narkoba akan ditindak tegas,” katanya.

Selain wartel, Rutan Wates juga membuka Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang diberi nama ‘Widyaloka Satriatama’. TBM itu diresmikan oleh Sekda Kulon Progo Drs H So’im MM.

Di kesempatan yang sama, Kepala Rutan Wates Rudy Djoko Sumitro menandatangai nota kesepahaman (MoU) dengan 3 instansi Pemkab Kulon Progo untuk melaksanakan kerja sama pembinaan warga binaan. Masing-masing dengan Kepala Kantor Perpustakaan Umum untuk pengelolaam perpustakaan, Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan untuk pembinaan usaha perikanan dan Kepala Kantor Depag untuk pembinaan mental spiritual.

10 Juni, 2008

BUPATI KULONPROGO TUTUP TMMD

Bupati Kulonprogo, H.Toyo Santoso Dipo menutup secara resmi kegiatan TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) Imbangan Ke-80 di Lapangan Berenan Desa Bendungan, Kecamatan Wates, Selasa (10/6). Bupati Kulonprogo selaku inspektur upacara membacakan sambutan Pangdam IV Diponegoro,Mayjend TNI Darpito Pudyastungkoro,SIP,MM dan dihadiri Wabup Drs.H.Mulyono, Ketua DPRD Drs.H.Kasdiyono, Dandim 0731 Kulonprogo Letkol Inf I Made Sukarya, Muspida, dan beberapa pejabat pemkab.

Perwira Seksi Teritorial (Pasiter) Kodim Kulonprogo Kapten Inf Sutoyo melaporkan kegiatan TMMD yang dilakukan selama 21 hari efektif mulai 21 Mei hingga 10 Juni , untuk kegiatan fisik berupa perkerasan jalan 657 x 3 meter, pembangunan talud sepanjang 451 m, gorong-gorong 1 unit dan gardu ronda 1 unit. Selain itu dikerjakan penyempurnaan gardu ronda dan masjid masing-masing 1 unit.

“Sedang untuk kegiatan nonfisik dilakukan kegiatan penyuluhan bela negara dan kesadaran bernegara, serta penyuluhan ketrampilan teknis. “Seluruh pelaksanaan kegiatan didukung oleh anggota Kodim, Polres dan Sat Radar Congot sebanyak 42 dan dibantu oleh PNS serta masyarakat setempat sebanyak 50 orang perhari,” terangnya.

Ditambahkan, kegiatan menghabiskan biaya sebesar Rp. 135 juta. Yang berasal dari APBD Provinsi DIY sebesar Rp. 30 juta, APBD Kulon Progo Rp. 100 juta dan swadaya masyarakat Rp. 5 juta. Di samping itu, dibantu oleh Kantor Kesbang Linmas Kulon Progo berupa 100 zak semen.

Dalam amanat tertulis Pangdam IV Diponegoro, Mayjend TNI Darpito Pudyastungkoro,SIP,MM berharap setelah selesai kegiatan TMMD segala hasil pembangunan atau pengembangan sarana dan prasarana fisik yang telah dicapai dapat dipelihara atau lebih ditingkatkan oleh pemerintah daerah beserta segenap warga masyarakat di wilayah ini serta bermanfaat bagi rakyat.

“Sedangkan hasil kegiatan non fisik yang berupa pembekalan-pembekalan pengetahuan praktis maupun masalah-masalah kemasyarakatan, kejuangan, bela negara dan kesadaran hukum, kiranya tidak hanya menjadi pengetahuan tambahan semata, tetapi benar-benar dapat dihayati dan dilaksanakan oleh setiap masyarakat dalam kehidupan nyata sebagai warga negara yang memiliki tanggung jawab kepada masyarakat, bangsa dan negara,” pinta Pangdam.

Ditambahkan, pelaksanaan kegiatan TMMD serta berbagai bentuk karya bhakti TNI lainnya, pada dasarnya mempunyai dua dimensi sasaran yaitu pertama merupakan upaya untuk memperkokoh kemanunggalan TNI-Rakyat guna mendukung terwujudnya Ketahanan Wilayah dalam system pertahanan semesta (Sishanta) dan kedua untuk memotivasi dan menumbuhkan semangat gotong-royong guna mendukung proses pemberdayaan masyarakat agar berpartisipasi dalam akselerasi pembangunan di pedesaan

09 Juni, 2008


Kebijakan Sistem Irigasi Masih Tereduksi Kepentingan Politik

Di Indonesia, kebijakan tentang sistem irigasi masih tereduksi oleh kepentingan politik. Seperti yang terjadi pada perubahan dari Pembaruan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) ke Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP) yang saat ini diberlakukan pemerintah. Perubahan ini ditengarai karena adanya kepentingan politik yang berorientasi pasar, beralih ke mobilisasi masyarakat.
Demikian dikatakan dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM Yogyakarta Dr Ir Sigit Supadmo Arif saat menjadi narasumber pada sosialisasi PPSIP yang digelar oleh Bappeda Provinsi DIY, Sabtu (28/6) di Pusat Penyelamatan Satwa Jogjakarta (PPSJ) Pengasih. Selain Sigit, narasumber yang tampil adalah Sekretaris Bappeda DIY Ir Hastungkoro dan Kasubdin Pengairan pada Dinas Pu Kulon Progo Ir Agus Wikanto. Acara itu diikuti oleh Ketua Komisi I DPRD Kulon Progo Thomas Kartaya, Wakil Ketua Komisi III Humam Turmudzi, SH, camat se Kulon Progo dan pengurus Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A).
Orientasi pasar, tambah Sigit, dilakukan karena ada dorongan dari lembaga donor, yakni IMF. Namun karena sekarang ada keharusan untuk meningkatkan produksi guna mengejar peningkatan ketahanan pangan, masyarakat dimobilisasi melalui kebijakan PPSIP yang berlandaskan pada Peraturan Pemerintah (PP) Irigasi nomor 20 tahun 2006. Dimana petani diminta berpartisipasi dalam beberapa pengelolaan sarana irigasi, namun sebagian haknya diambil oleh pemerintah.
“Ini cukup ironis, karena PKPI yang belum berjalan lama sudah diganti dengan kebijakan baru yang lebih sentralistik. Kasihan para petani karena hanya menjadi obyek pembangunan yang berlatar belakang kepentingan politik,” tandas Sigit.
Lebih jauh Sigit meyatakan, sangat sulit untuk menilai, lebih efektif mana PPKPI dengan PPSIP karena penilaiannya memerlukan studi yang memakan waktu panjang. Namun demikian dia menandaskan, bahwa idealnya tanggung jawab pengelolaan irigasi ada di tangan pemerintah. Masyarakat hanya sebatas memberikan masukan sebagai bahan pembuatan kebijakan.
“Sejak dulu saya menentang bila petani juga berkewajiban untuk membiayai pengelolaan sarana irigasi melalui pungutan Iuran Pemakaian Air Irigasi (IPAIR). Namun ketentuan itu tetap dilaksanakan. Dulu IPAIR di Kulon Progo bisa mencapai hampir 100 persen, namun sekarang turun drastis,” tukas Sigit tanpa menyebut angka penurunan.
Sedang Hastungkoro menyatakan, tujuan pelaksanaan PPSIP adalah untuk mewujudkan kemanfaatan air dalam bidang pertanian yang diselenggarakan secara partisipatif. Pelaksanaannya dilakukan dengan berbasis pada peran serta masyarakat petani yang meliputi P3A, GP3A dan IP3A.
Wewenang pengelolaan sistem irigasi, tambahnya, untuk Daerah Irigasi (DI) dengan luas lebih dari 3.000 ha menjadi wewenang Pemerintah Pusat. DI dengan luas 1.000 – 3.000 ha wewenang Pemerintah Provinsi dan di bawah luasan 1.000 ha menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota.
“Partisipasi masyarakat melalui P3A, GP3A serta IP3A dalam kegiatan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi primer dan sekunder berdasarkan prinsip suka rela dengan berdasar hasil musyawarah mufakat. Kemudian tergantung pada kebutuhan, kemampuan dan kondisi sosial ekonomi serta budaya petani setempat, dan bukan bertujuan untuk mencari keuntungan,” jelasnya.
Sementara, menurut Agus Wikanto, luas lahan irigasi di Kulon Progo mencapai 10.292 ha. Yang meliputi DI Kalibawang 7.152 ha menjadi wewenang Pemerintah Pusat, DI Sapon 1.900 ha wewenang Pemprov DIY dan 52 DI seluas 1.240 menjadi wewenang Pemkab.
OK ‘Mbok Iyah’ Penyaji Terbaik FKY XX Kulon Progo

Group orkes keroncong ‘Mbok Iyah’ dari Desa Demangrejo, Kecamatan Sentolo dinobatkan sebagai penyaji terbaik dalam pentas seni Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) XX Kulon Progo. Kelompok musik keroncong kontemporer itu tampil atraktif dan berhasil menarik perhatian ribuan penonton yang memadati halaman kantor Camat Lendah, tempat digelarnya FKY XX. Mereka membawakan berbagai jenis lagu keroncong, campursari dan pop.
Sedang penyaji favorit diraih oleh kelompok kuda lumping ‘Bekso Budoyo Turonggo Mudo’ dari Banjarharjo, Kalibawang dan penyaji menarik direngkuh angguk putri ‘Mugi Rahayu dari Jatimulyo, Girimulyo.
Untuk pawai seni, penyaji terbaik diraih group reog ‘Dhadhungawuk Permata’ dari Pedukuhan Kutan, Desa Jatirejo, Kecamatan Lendah. Penyaji favorit diraih kelompok seia oglek ‘Turonggo Sari’ dari Sudan, Sidorejo, Lendah dan penyaji menarik oleh group rebana ‘Dzulfakor’ dari Kasihan, Ngentakrejo, Lendah.
Dengan prestasi tersebut masing-masing group menerima piala, piagam dan uang pembinaan sebesar Rp. 200 ribu dari panitia. Piala dan uang pembinaan diserahkan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kulon Progo Drs Bambang Pidegso Msi, saat dilakukan acara penutupan, Kamis (19/6) malam. Penutupan dilakukan oleh Wabup Drs H Mulyono, dan dihadiri oleh segenap panitia dan pejabat pemkab.
Dalam sambutannya Mulyono mengatakan, pelaksanaan FKY diharapkan dapat menggugah semangat para seniman dan perajin seni untuk meningkatkan kreatifitas dalam berkarya serta untuk memperkenalkan kesenian daerah, potensi wisata dan produk karya seni yang ada di Kulon Progo. Sehingga akan dapat menigkatkan kualitas dan nilai jual hasil karya dan menjadi lternatif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ujarnya.
Di samping itu, tambah Mulyono, even FKY diharapkan juga dapat membuka wawasan masyarakat untuk memperkuat ketahanan budaya bangsa di tengah derasnya arus informasi dan pengaruh budaya asing yang saat ini berlangsung semakin gencar. Tanpa adanya ketahanan budaya yang kuat, pengaruh budaya asing akan mengikis budaya yang telah menjadi karakteristik bangsa ini, tandas Wabup.
OK ‘Mbok Iyah’ Penyaji Terbaik FKY XX Kulon Progo

Group orkes keroncong ‘Mbok Iyah’ dari Desa Demangrejo, Kecamatan Sentolo dinobatkan sebagai penyaji terbaik dalam pentas seni Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) XX Kulon Progo. Kelompok musik keroncong kontemporer itu tampil atraktif dan berhasil menarik perhatian ribuan penonton yang memadati halaman kantor Camat Lendah, tempat digelarnya FKY XX. Mereka membawakan berbagai jenis lagu keroncong, campursari dan pop.
Sedang penyaji favorit diraih oleh kelompok kuda lumping ‘Bekso Budoyo Turonggo Mudo’ dari Banjarharjo, Kalibawang dan penyaji menarik direngkuh angguk putri ‘Mugi Rahayu dari Jatimulyo, Girimulyo.
Untuk pawai seni, penyaji terbaik diraih group reog ‘Dhadhungawuk Permata’ dari Pedukuhan Kutan, Desa Jatirejo, Kecamatan Lendah. Penyaji favorit diraih kelompok seia oglek ‘Turonggo Sari’ dari Sudan, Sidorejo, Lendah dan penyaji menarik oleh group rebana ‘Dzulfakor’ dari Kasihan, Ngentakrejo, Lendah.
Dengan prestasi tersebut masing-masing group menerima piala, piagam dan uang pembinaan sebesar Rp. 200 ribu dari panitia. Piala dan uang pembinaan diserahkan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kulon Progo Drs Bambang Pidegso Msi, saat dilakukan acara penutupan, Kamis (19/6) malam. Penutupan dilakukan oleh Wabup Drs H Mulyono, dan dihadiri oleh segenap panitia dan pejabat pemkab.
Dalam sambutannya Mulyono mengatakan, pelaksanaan FKY diharapkan dapat menggugah semangat para seniman dan perajin seni untuk meningkatkan kreatifitas dalam berkarya serta untuk memperkenalkan kesenian daerah, potensi wisata dan produk karya seni yang ada di Kulon Progo. Sehingga akan dapat menigkatkan kualitas dan nilai jual hasil karya dan menjadi lternatif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ujarnya.
Di samping itu, tambah Mulyono, even FKY diharapkan juga dapat membuka wawasan masyarakat untuk memperkuat ketahanan budaya bangsa di tengah derasnya arus informasi dan pengaruh budaya asing yang saat ini berlangsung semakin gencar. Tanpa adanya ketahanan budaya yang kuat, pengaruh budaya asing akan mengikis budaya yang telah menjadi karakteristik bangsa ini, tandas Wabup.
Sholawatan dan Kuda Lumping Dominasi FKY Kulon Progo

Kesenian sholawatan dan kuda lumping mendominasi Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) di Kulon Progo. Sebagain peserta pawai seni yang digelar saat pembukaan, Selasa (17/6) sore di kompleks kantor Kecamatan Lendah terdiri dari 2 jenis kesenian itu. Dari 13 peserta pawai tampil 3 kelompok sholawatan dan 6 kuda lumping.
Namun, justru kelompok kuda lumping itulah yang menarik perhatian ribuan penonton, termasuk Bupati H Toyo Santoso Dipo, Muspida Plus dan segenap pejabat Pemkab. Setiap mengakhiri display di depan tamu undangan, langsung disambut tepuk tangan. Bahkan saat tampil group oglek ’Turonggo Sari’ dari Desa Sidorejo, Toyo yang mengenakan busana Jawa turut menari di tempat duduknya, sambil tertawa. ”Wah Pak Bupati kesetrum njoget oglek” celetuk seorang ibu yang menonton di samping tempat duduk tamu undangan.
Melihat Toyo ’kesetrum’ para penari oglek pun semakin bersemangat. Peluit tanda akhir display pun tak dihiraukan. Mereka terus menari meski beberapa petugas memberi tahu bahwa waktu display sudah berakhir. Malahan seorang pembestir naik pendapa untuk menyembah Toyo dan Muspida yang duduk berjajar di jajaran paling depan.
Selain pawai seni, dalam even itu, juga digelar pasar seni yang menampilkan produk perajin dari Lendah dan sekitarnya, serta pentas seni selama 3 malammulai pukul 19.30 WIB. Bebera group kesenian ternama akan tampil pada pentas tersebut. Yaitu Campursari Kenthongan ’Jampi Stress’ dari Panjatan dan Panjidur dari Kokap (17/6), Kuda Lumping ’Beksa Budaya’ dari Kalibawang dan OM ’Pandhawa’ dariPengasih (18/6) serta Keroncong ’Mbok Iyah’ dari Sentolo dan Angguk Putri ’Mugi Rahayu’ dari Girimulyo (19/6) sekaligus sebagai penutupan kegiatan FKY Kulon Progo.
Dalam sambutan berbahasa Jawa, Toyo antara lain mengatakan, FKY merupakan momen yang tepat untuk mengembangkan kesenian dan budaya daerah. Di Kulon Progo, kata dia, banyak terdapat kelompok dalam berbagai jenis kesenian di semua wilayah desa. Namun mereka jarang mendapat kesempatan untuk tampil untuk mengaktualisasikan potensi dan kemampuannya.
”Dengan digelarnya FKY ini, pelaku seni berkesempatan untuk tampil dan meningkatkan kemampuanya sehingga nantinya bisa menjadi seniman yang profesional,” tandasnya.
Tiga Pejabat Dilepas Purna Tugas

Bupati Kulon Progo H Toyo Santoso Dipo, melepas 3 pejabat pemkab eselon II dan III yang memasuki masa pensiun. Ketiga pejabat tersebut adalah mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Drs H Moch Maknun, mantan Kepala Kantor Perpustakaan Umum Drs Bambang Heruntoro dan mantan Camat Temon Tukadi BA. Pelepasan dilakukan Sabtu (7/6) di kompleks Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Jogja, Paingan, Sendangsari, Pengasih yang dihadiri oleh Wabup Drs H Mulyono, segenap pejabat pemkab dan Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Hj Wiwik Toyo Santoso Dipo. Dalam sambutanya bupati mengucapkan terima kasih atas sumbangsih yang telah diberikan ketiga pejabat untuk memajukan Kulon Progo. “Selama menjalankan tugas, banyak konsep-konsep yang telah disumbangkan oleh Pak Maknun, Pak Bambang dan Pak Tukadi yang menjadi dasar kebijakan Pemkab. Oleh karenanya, meskipun sudah pensiun saya harapkan masihmau memberikan masukan dan saran bagi pemkab untuk membangun Kabupaten Kulon Progo,” harap Toyo.

07 Juni, 2008

Sanggar Budaya Bisa Menjadi Pusat Aktivitas Kebudayan

Keberadan sanggar budaya dalam konteks kebudayan diharapkan tidak hanya sebagai tempat untuk menciptakan dan mengembangkan seni namun lebih kepada pengembangan kebudayan. Sehingga keberadaan sanggar budaya bisa menjadi pusat aktivitas kebudayaan (Multi Culture Center) yang bisa digunakan oleh semua etnik yang ada di Indonesia. Dengan konteks tersebut, semua orang bisa berdialog dan berinteraksi tentang berbagai permasalahan yang ada seperti perkembangan budaya, pertanian, peternakan serta permasalahan yang lain.

Dengan demikian, sanggar budaya tidak akan pernah kosong dari kegiatan-kegiatan produktif. Karena tidak terpancang pada kegiatan seni maupun pengembangan kesenian. Bahkan, dengan keberadaan sanggar budaya masyarakat bisa terus berpartisipasi dalam mewujudkan kesejahteraan yang berbasis pada persatuan dan kegotong royongan.

Demikian dikatakan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, Sabtu (7/6) saat meresmikan Sanggar Budaya ‘Singlon’ di Pengasih, Kulon Progo. Acara tersebut juga dihadiri oleh Ketua Yayasan Merti Dusun GKR Pembayun, Bupati Kulon Progo H. Toyo Santoso Dipo, Wabup Drs. H. Mulyono, Ketua DPRD Kulon Progo Drs. H. Kasdiyono, Direktur Bank Danamon DIY Yos Lunu Kay, seniman seniwati Kulon Progo serta undangan yang lainnya.

Sehingga sanggar budaya akan menjadi embrio dalam sebuah proses yang berkelanjutan dalam mewujudkan pembangunan. “Dengan didasari kebersamaan, persatuan dan kesatuan, sanggar budaya bisa menjasi pemersatu, media berdialog, akulturasi budaya yang dapat digunakan oleh semua anak bangsa,” kata Sultan.

Di sisi lain, sanggar budaya sebagi ‘multi culture center’ juga bisa sebagai media untuk terus menjaga seni dan kebudayan bangsa yang beraneka ragam. “Sehingga kalau misalnya, sebuah peresmian harus ada pemukulan gong namun kalau yang menggunakan adalah orang Irian yang dipukul mungkin bukan gong lagi tapi tifa. Karena di Irian tidak ada gong,” lanjutnya.

Sementara itu, Bupati Kulon Progo H. Toyo Santoso Dipo mengharapkan seiring dengan perkembangan teknologi yang telah mempengaruhi perkembangan seni dan budaya harus disikapi dengan arif. Karena semua itu merupakan tantangan yang harus dihadapi. Sehingga kita harus mampu untuk menyaring budaya tersebut untuk disesuaikan dengan budaya dan kepribadian bangsa kita.

Dengan demikian, seni dan budaya bangsa yang sangat beraneka ragam tersebut bisa kita jaga dan kita rawat dengan baik. “Karena dari perkembangan yang saat ini ada dapat kita lihat bahwa perkembangan budaya telah mengalami pergeseran dari budaya yang selama ini telah ada dan kita miliki,” katanya.

Di samping itu, dengan didirikannya sanggar budaya ‘Singlon’ masyarakat bisa menggunakannya sebagai wahana untuk berinteraksi dan mengaktualisasikan karya-karyanya. Karena disamping kita harus selalu menjaga budaya-budaya yang selama ini telah ada, kita juga bisa terus berkarya sesuai dengan keahlian kita. Sehingga akan terjadi perkembangan yang selalu dinamis dalam rangka mewujudkan pembangunan, lanjutnya.

Sedangkan Direktur Bank Danamon DIY Yos Lunu Kay mengatakan bahwa pendirian sanggar budaya ‘Singlon’ di Pengasih adalah sebagi salah satu program dari Bank Danamon peduli yang bekerjasama dengan Yayasan Merti Dusun. Sedangkan di DIY ada dua sanggar budaya yang telah didirikan yaitu, Sanggar Budaya Singlon di Pengasih dan Sanggar Budaya Eyang Cokro Joyo di Piyungan.

Dalam kesempatan tersebut, peresmian juga dimeriahkan dengan pagelaran tari-tarian oleh komunitas merti dusun serta penyerahan piagam penghargaan dari Bank Danamon kepada Gubernur DIY, Bupati Kulon Progo maupun Yayasan Merti Dusun. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Bupati Kulon Progo H. Toyo S Dipo juga melaksanakan penanam pohon angsana sebagai simbol peresmian sanggar budaya tersebut.

KPUD KULONPROGO LANTIK PPK

Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk pemilihan umum dan pilihan presiden di Kabupaten Kulonprogo dilantik di Kampoeng Resto, Sabtu (7/6). Upacara pelantikan dilakukan Ketua KPUD Ir.Sapardiyono,MH, disaksikan Wakil Ketua DPRD Drs.Sudarto, Muspida dan anggota KPUD. Jumlah anggota PPK Kecamatan ini seluruhnya sebanyak 60 orang yang meliputi 5 orang masing-masing kecamatan dari 12 kecamatan se-Kulonprogo. Usai pelantikan dilanjutkan rapat kerja KPUD dengan PPK.

Bupati Kulonprogo H.Toyo Santosa Dipo dalam sambutan tertulis yang dibacakan Wabup Drs.H.Mulyono mengatakan di era demokratisasi ini sudah selayaknya jika kebebasan untuk memperoleh informasi semakin jelas meningkat, disamping derasnya arus informasi yang mengalir sebagai dampak dari globalisasi dunia sehingga mengakibatkan semakin kritisnya masyarakat terhadap berbagai hal yang sedang dihadapinya, sehingga dapat mewarnai proses tahapan pelaksanaan PEMILU 2009 nanti.

”Oleh karena itu berbagai aturan yang mengatur tahapan-tahan pemilu harus dipahami betul oleh setiap orang yang bertugas melaksanakan kegiatan PEMILU. Dan tentu akan lebih baik lagi jika para pelaksana kegiatan PEMILU berupaya memahami kondisi masyarakat dengan segala aspeknya,”katanya.

Ditambahkan pemilu dapat dikatakan berhasil jika Pemilu tersebut dapat berjalan lancar, hasilnya dapat diterima oleh masyarakat luas, serta adanya partisipasi yang tinggi dari masyarakat utamanya warga negara yang mempunyai hak pilih.

Dalam hal kelancaran jalannya Pemilu serta dapat diterimanya hasil Pemilu oleh masyarakat luas, PPK merupakan salah satu pihak yang harus ikut bertanggung jawab. Untuk itu kecerdasan, kebijakan dalam menghadapi masyarakat, utamanya masyarakat pemilih, harus dimiliki oleh setiap anggota PPK, disamping pemahaman yang benar terhadap berbagai aturan tentang PEMILU itu sendiri.

06 Juni, 2008

Pemdes Berhak Mencoret Daftar RTS Penerima BLT

Penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah sebagai salah satu cara untuk membantu Rumah Tangga Miskin (RTM) guna mencukupi kebutuhan hidup karena dampak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) akan segera dilaksanakan. Meskipun sampai saat ini di Kulun Progo masih terdapat perbedaan data antara alokasi dan jumlah penerima dengan selisih mencapai 267 Rumah Tangga Sasaran (RTS). Hal ini terjadi karena jumlah RTS penerima BLT berdasar data BPS tahun 2005 adalah sebanyak 42.345 RTS sementara jumlah alokasi untuk Kulon Progo hanya 42.078 RTS.
Meskipun data jumlah penerima BLT tahun 2008 sudah ditentukan, namun data tersebut masih akan dilakukan verifikasi agar penerimaan BLT benar-benar tepat sasaran. Sedangkan dalam verifikasi tersebut, pemerintah desa (pemdes) yang bekerjasana dengan pedukuhan dan Rukun Tetangga (RT) berhak untuk mencoret dan mengalihkan RTS penerima BLT serta menggantinya dengan RTS yang memang layak untuk menerina BLT yang lain.
Demikian dikatakan oleh Kepala Bidang IPDS BPS Propinsi DIY Ir. Didik Kusbiyanto,MSi Jumat (6/6), dalam acara Sosialisasi Pembayaran BLT di Gedung Binangun komplek pemkab Kulon Progo. Acara tersebut dihadiri oleh Kepala bappeda Kulon Progo Budi Wibowo, SH, Kepala BPS Mimy Sumardi,SE, Kepala Kantor Pos Wates Moh. Mufti Ismail, Camat se-Kulon progo, Kepala Kantor Pos Cabang se-Kulon progo dan yang lainnya.
Pencoretan tersebut dapat dilakukan karena data yang digunakan adalah data tahun 2005. Sehingga kemungkinan RTS penerima BLT terdapat perubahan-perubahan sesuai dengan kondisi saat ini. Karena sangat mungkin terjadi perubahan dalam verifikasi mengingat penerima BLT yang kemungkinan sudah meninggal, pindah, bercerai atau kondisi lain yang membuat RTS menjadi tidak berhak lagi menerima BLT. “Pencoretan dan pengalihan BLT harus sejumlah dengan RTS penerima baru. Karena pemerintah tidak akan menambah jumlah alokasi penerima BLT pada tahun 2008,” katanya.
Selanjutnya, pencoretan dan pengalihan penerima BLT harus segera dilaporkan kepada Kantor Pos. Karena pengalihan penerima BLT akan segera ditindaklanjuti dengan pencetakan kupon penerima yang baru sesuai dengan hasil verifikasi.
Sementara itu, Kepala Kantor Pos DIY L. Sutaji mengatakan bahwa pembayaran BLT untuk tahap I yaitu, untuk bulan Juni, Juli dan Agustus akan dilaksanakan pada tanggal 17-27 Juni 2008. Hal ini sesuai dengan perencanan yang telah di ada yaitu, pembayaran dilaksanakan paling sedikit selama 4 hari dan paling lama 10 hari yang dimulai pada tanggal 17 Juni. Karena sesudah tanggal 27 Juni Kantor Pos sudah harus melaporkan hasil penyaluran BLT kepada Menteri Sosial.
Disisi lain, sosialisasi yang dilaksanakan adalah sosialisasi untuk tingkat Kabupaten. Sehingga Kantor Pos Cabang yang bekerjasama dengan perintah Kecamatan berkewajiban untuk menyosialisasikan data maupun semua yang terkait permasalahan penyaluran BLT ke tingkat desa dan masyarakat. “Sehingga dengan sosialisasi tersebut diharapkan bisa berjalan dengan lancar sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ada,” katanya.
Sedangkan Kepala Bappeda Kulon Progo Budi Wibowo,SH mengemukakan bahwa data penerima BLT untuk Kabupaten Kulon progo memang terdapat selisih angka penerima yang mencapai 267 RTS. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan data penerima yang masih menggunakan data BPS tahun 2005 yaitu, 42.345 RTS dan alokasi yang hanya 42.078 RTS. “Perbedaan jumlah penerima ini sudah ditindaklanjuti oleh pemkab dengan mengirimkan surat kepada Mensos beberapa waktu lalu. Agar diberikan alokasi penambahan untuk jumlah penerima BLT sesuai dengan data yang ada,” katanya.
Karena pemkab tidak bisa mengalokasikan anggaran untuk menutup kekurangan dengan penerima sebanyak 267 RTM. Yang kalau dikalkulasikan dengan jumlah 267 RTS dan penerimaan BLT dalam 2 tahap yang mencapai Rp 700.000 akan terdapat biaya sebanyak Rp 187 juta. Hal ini tidak mungkin kita tutup dengan alokasi anggaran perubahan 2008 karena jumlahnya cukup banyak, lanjutnya.
Disisi lain, Budi Wibowo mengatakan bahwa pemberian BLT hanyalah sebagai salah satu wujud proteksi pemerintah kepada keluarga miskin karena naiknya harga BBM yang telah membuat harga-harga kebutuhan pokok juga mengalami kenaikan. “Jadi BLT tidak mungkin mengentaskan kemiskinan. Karena kemiskinan hanya bisa diselesaikan dengan program yang bisa memenuhi kebutuhan dasar secara berkelanjutan. Serta bisa mendorong potensi dan sumberdaya yang ada menjadi produktif,” terang Budi.

05 Juni, 2008

DESA SALAMREJO DAN SIDOHARJO

Ditunjuk Sebagai Desa Mandiri Pangan

Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo dan Desa Sidoharjo (Samigaluh) ditunjuk sebagai desa Mandiri Pangan (Mapan) oleh Pemkab Kulon Progo. Dengan latar belakang karena kedua desa tersebut termasuk desa rawan pangan dengan persentase jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) tertinggi. Jumlah RTM di Salamrejo mencapai 67,57 % sedang Sidoharjo 67,19%.

Demikian diungkapkan Kepala Subdinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (Kasubdin TPH) pada Dinas Pertanian dan Kelautan Kulon Progo Ir Bambang Tri Budi Harsono saat dilakukan sosialisasi Desa Mapan, Kamis (5/6) di aula dinas setempat. Sosialisasi menghadirkan narasumber Kepala tata Usaha (Ka TU) Dinas Pertanian DIY Ir Retno Setijawati MS dan diikuti oleh camat, kepala Cabang Dinas Pertanian dan Kelautan, Petugas Penyuluh Lapangan serta Kepala Desa Salamrejo dan Sidoharjo.

Penunjukan Desa Mapan, tambah Bambang Tri, didasarkan pada kondisi desa yang masih tinggi tingkat kerawanan pangannya serta jumlah RTM-nya. Karena program itu memang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan desa setempat serta sebagai upaya pengentasan kemiskinan.

Dikatakan, dalam hal karawanan pangan di Kulon Progo terdapat 7 kecamatan yang masuk dalam kategori merah. Masing-masing Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo, Kokap, Sentolo, Lendah dan Panjatan. Selain bagi desa yang ditunjuk sebagai Desa Mapan masyarakat di wilayah kecamatan itu berkempatan untuk memperoleh program-progam lain dari Provinsi DIY dalam hal ketahanan pangan.

“Sementara untuk Kecamatan Kokap berdasarkan kesepakatan tidak memperoleh program ini karena sudah mendapat program Community Development (Condev) cukup besar berupa bantuan kambing. Nilainya lebih dari Rp. 11 milyar untuk 1 kecamatan,” terangnya.

Sementara menurut Retno Setijawati Desa Mapan akan memperoleh dana dari APBD Provinsi sebesar Rp. 80 juta dan akan cair sekitar bulan Oktober mendatang. Pengelolaannya dilakukan oleh kelompok dengan sistem perguliran. Dana itu harus dimanfaatkan untuk menunjang kecukupan pangan desa setempat dengan priorotas pengembangan potensi lokal.

Dikatakan, di DIY telah ditunjuk Desa Mapan di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul. Saat ini di Gunungkidul telah berlangsung 3 tahun dan Bantul 2 tahun. Dari evaluasi yang dilakukan, kata dia, di kedua kabupaten tersebut Desa Mapan telah berhasil dengan baik. Dalam arti warga setempat sudah mampu mengembangkan potensi lokal menjadi produk pangan bernilai ekonomi tinggi, terangnya.