Pengrajin Gerabah Kekurangan Modal dan Peralatan
Pengrajin gerabah di Pedukuhan Senik, Desa Bumirejo, Kecamatan Lendah kekurangan modal dan peralatan untuk menjalankan usahanya. Kondisi tersebut menyebabkan usaha mereka sulit berkembang. Bahkan sebagian terpaksa gulung tikar karena tak mampu lagi menjalankan usahanya.
Hal itu terungkap saat dilakukan kunjungan oleh 3 anggota Parlemen Jerman yang dipimpin Stephan Hilsberg dan ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) GTZ Arnold Vaartz di sentra industri gerabah tersebut, Senin (6/4). Kunjungan mereka disambut oleh Bupati H Toyo Santoso Dipo, Kadis Perindag dan ESDM Drs H Darto MM, Kepala Badan PMPP dan KB Drs Krissutanto, Dirut PD BPR Bank Pasar Kulon Progo Drs Fahmi Akbar Idris MM, Camat Lendah Drs Eko Pranyoto, Kades Bumirejo Klimun serta puluhan pengrajin setempat.
Kunjungan itu dimaksudkan untuk melihat perkembangan usaha mikro yang mendapatkan bantuan kredit dari LSM GTZ sejak bulan Mei 2007 lalu. Dana sebesar Rp. 450 juta yang disalurkan melalui PD BPR Bank Pasar Kulon Progo itu merupakan bantuan rehabilitasi korban gempa bagi pelaku usaha mikro.
Menurut ketua kelompok pengrajin ‘Bina Usaha’ Marsiyati, di wilayahnya terdapat sekitar 100 pengrajin yang tergabung dalam 5 kelompok. Semuanya dengan kondisi modal pas-pasan dan dengan alat produksi serba manual.
Padahal, tambah Marsiyati, untuk memproduksi sejumlah gerabah siap bakar diperlukan biaya hingga jutaan rupiah. Namun setelah jadi belum tentu semuanya langsung laku. Kadang-kadang hingga sebulan lebih baru laku dan dapat uang.
“Kalau modalnya hanya cukup untuk 1 kali produksi, usaha kami tidak bisa jalan. Oleh karenanya kami mohon bantuan modal dan peralatan agar produksi kami bisa lancar dan prosesnya lebih cepat,” pintanya kepada Bupati dan anggota Parlemen Jerman.
Menanggapi permintaan tersebut Stephan Hilsberg menyatakan, akan melaporkan dulu perkembangan dana bantuan kepada ketua Parlemen Jerman. Namun demikian ia tidak langsung menyanggupi permintaan pengrajin. Karena, menurut dia, misi utama GTZ bukanlah membantu dana, tetapi konsultasi usaha mikro.
Ditambahkannya, secara umum bantuan GTZ di Indonesia cukup efektif dalam pemulihan usaha mikro pascagempa. Di samping jumlah dananya berkembang, sektor ini mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak.
Menurut Fahmi, dana dari GTZ yang disalurkan di Kulon Progo selama 2 tahun perkembangannya cukup pesat. Dari jumlah Rp. 450 juta saat ini telah berkembang menjadi Rp. 1,3 milyar. Dengan pemanfaat sekitar 600 pengusaha mikro yang tergabung dalm 60 kelompok. Semuanya merupakan korban gempa 26 Mei 2006 lalu, imbuhnya.