09 Juni, 2008


Kebijakan Sistem Irigasi Masih Tereduksi Kepentingan Politik

Di Indonesia, kebijakan tentang sistem irigasi masih tereduksi oleh kepentingan politik. Seperti yang terjadi pada perubahan dari Pembaruan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) ke Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP) yang saat ini diberlakukan pemerintah. Perubahan ini ditengarai karena adanya kepentingan politik yang berorientasi pasar, beralih ke mobilisasi masyarakat.
Demikian dikatakan dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM Yogyakarta Dr Ir Sigit Supadmo Arif saat menjadi narasumber pada sosialisasi PPSIP yang digelar oleh Bappeda Provinsi DIY, Sabtu (28/6) di Pusat Penyelamatan Satwa Jogjakarta (PPSJ) Pengasih. Selain Sigit, narasumber yang tampil adalah Sekretaris Bappeda DIY Ir Hastungkoro dan Kasubdin Pengairan pada Dinas Pu Kulon Progo Ir Agus Wikanto. Acara itu diikuti oleh Ketua Komisi I DPRD Kulon Progo Thomas Kartaya, Wakil Ketua Komisi III Humam Turmudzi, SH, camat se Kulon Progo dan pengurus Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A).
Orientasi pasar, tambah Sigit, dilakukan karena ada dorongan dari lembaga donor, yakni IMF. Namun karena sekarang ada keharusan untuk meningkatkan produksi guna mengejar peningkatan ketahanan pangan, masyarakat dimobilisasi melalui kebijakan PPSIP yang berlandaskan pada Peraturan Pemerintah (PP) Irigasi nomor 20 tahun 2006. Dimana petani diminta berpartisipasi dalam beberapa pengelolaan sarana irigasi, namun sebagian haknya diambil oleh pemerintah.
“Ini cukup ironis, karena PKPI yang belum berjalan lama sudah diganti dengan kebijakan baru yang lebih sentralistik. Kasihan para petani karena hanya menjadi obyek pembangunan yang berlatar belakang kepentingan politik,” tandas Sigit.
Lebih jauh Sigit meyatakan, sangat sulit untuk menilai, lebih efektif mana PPKPI dengan PPSIP karena penilaiannya memerlukan studi yang memakan waktu panjang. Namun demikian dia menandaskan, bahwa idealnya tanggung jawab pengelolaan irigasi ada di tangan pemerintah. Masyarakat hanya sebatas memberikan masukan sebagai bahan pembuatan kebijakan.
“Sejak dulu saya menentang bila petani juga berkewajiban untuk membiayai pengelolaan sarana irigasi melalui pungutan Iuran Pemakaian Air Irigasi (IPAIR). Namun ketentuan itu tetap dilaksanakan. Dulu IPAIR di Kulon Progo bisa mencapai hampir 100 persen, namun sekarang turun drastis,” tukas Sigit tanpa menyebut angka penurunan.
Sedang Hastungkoro menyatakan, tujuan pelaksanaan PPSIP adalah untuk mewujudkan kemanfaatan air dalam bidang pertanian yang diselenggarakan secara partisipatif. Pelaksanaannya dilakukan dengan berbasis pada peran serta masyarakat petani yang meliputi P3A, GP3A dan IP3A.
Wewenang pengelolaan sistem irigasi, tambahnya, untuk Daerah Irigasi (DI) dengan luas lebih dari 3.000 ha menjadi wewenang Pemerintah Pusat. DI dengan luas 1.000 – 3.000 ha wewenang Pemerintah Provinsi dan di bawah luasan 1.000 ha menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota.
“Partisipasi masyarakat melalui P3A, GP3A serta IP3A dalam kegiatan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi primer dan sekunder berdasarkan prinsip suka rela dengan berdasar hasil musyawarah mufakat. Kemudian tergantung pada kebutuhan, kemampuan dan kondisi sosial ekonomi serta budaya petani setempat, dan bukan bertujuan untuk mencari keuntungan,” jelasnya.
Sementara, menurut Agus Wikanto, luas lahan irigasi di Kulon Progo mencapai 10.292 ha. Yang meliputi DI Kalibawang 7.152 ha menjadi wewenang Pemerintah Pusat, DI Sapon 1.900 ha wewenang Pemprov DIY dan 52 DI seluas 1.240 menjadi wewenang Pemkab.
OK ‘Mbok Iyah’ Penyaji Terbaik FKY XX Kulon Progo

Group orkes keroncong ‘Mbok Iyah’ dari Desa Demangrejo, Kecamatan Sentolo dinobatkan sebagai penyaji terbaik dalam pentas seni Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) XX Kulon Progo. Kelompok musik keroncong kontemporer itu tampil atraktif dan berhasil menarik perhatian ribuan penonton yang memadati halaman kantor Camat Lendah, tempat digelarnya FKY XX. Mereka membawakan berbagai jenis lagu keroncong, campursari dan pop.
Sedang penyaji favorit diraih oleh kelompok kuda lumping ‘Bekso Budoyo Turonggo Mudo’ dari Banjarharjo, Kalibawang dan penyaji menarik direngkuh angguk putri ‘Mugi Rahayu dari Jatimulyo, Girimulyo.
Untuk pawai seni, penyaji terbaik diraih group reog ‘Dhadhungawuk Permata’ dari Pedukuhan Kutan, Desa Jatirejo, Kecamatan Lendah. Penyaji favorit diraih kelompok seia oglek ‘Turonggo Sari’ dari Sudan, Sidorejo, Lendah dan penyaji menarik oleh group rebana ‘Dzulfakor’ dari Kasihan, Ngentakrejo, Lendah.
Dengan prestasi tersebut masing-masing group menerima piala, piagam dan uang pembinaan sebesar Rp. 200 ribu dari panitia. Piala dan uang pembinaan diserahkan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kulon Progo Drs Bambang Pidegso Msi, saat dilakukan acara penutupan, Kamis (19/6) malam. Penutupan dilakukan oleh Wabup Drs H Mulyono, dan dihadiri oleh segenap panitia dan pejabat pemkab.
Dalam sambutannya Mulyono mengatakan, pelaksanaan FKY diharapkan dapat menggugah semangat para seniman dan perajin seni untuk meningkatkan kreatifitas dalam berkarya serta untuk memperkenalkan kesenian daerah, potensi wisata dan produk karya seni yang ada di Kulon Progo. Sehingga akan dapat menigkatkan kualitas dan nilai jual hasil karya dan menjadi lternatif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ujarnya.
Di samping itu, tambah Mulyono, even FKY diharapkan juga dapat membuka wawasan masyarakat untuk memperkuat ketahanan budaya bangsa di tengah derasnya arus informasi dan pengaruh budaya asing yang saat ini berlangsung semakin gencar. Tanpa adanya ketahanan budaya yang kuat, pengaruh budaya asing akan mengikis budaya yang telah menjadi karakteristik bangsa ini, tandas Wabup.
OK ‘Mbok Iyah’ Penyaji Terbaik FKY XX Kulon Progo

Group orkes keroncong ‘Mbok Iyah’ dari Desa Demangrejo, Kecamatan Sentolo dinobatkan sebagai penyaji terbaik dalam pentas seni Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) XX Kulon Progo. Kelompok musik keroncong kontemporer itu tampil atraktif dan berhasil menarik perhatian ribuan penonton yang memadati halaman kantor Camat Lendah, tempat digelarnya FKY XX. Mereka membawakan berbagai jenis lagu keroncong, campursari dan pop.
Sedang penyaji favorit diraih oleh kelompok kuda lumping ‘Bekso Budoyo Turonggo Mudo’ dari Banjarharjo, Kalibawang dan penyaji menarik direngkuh angguk putri ‘Mugi Rahayu dari Jatimulyo, Girimulyo.
Untuk pawai seni, penyaji terbaik diraih group reog ‘Dhadhungawuk Permata’ dari Pedukuhan Kutan, Desa Jatirejo, Kecamatan Lendah. Penyaji favorit diraih kelompok seia oglek ‘Turonggo Sari’ dari Sudan, Sidorejo, Lendah dan penyaji menarik oleh group rebana ‘Dzulfakor’ dari Kasihan, Ngentakrejo, Lendah.
Dengan prestasi tersebut masing-masing group menerima piala, piagam dan uang pembinaan sebesar Rp. 200 ribu dari panitia. Piala dan uang pembinaan diserahkan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kulon Progo Drs Bambang Pidegso Msi, saat dilakukan acara penutupan, Kamis (19/6) malam. Penutupan dilakukan oleh Wabup Drs H Mulyono, dan dihadiri oleh segenap panitia dan pejabat pemkab.
Dalam sambutannya Mulyono mengatakan, pelaksanaan FKY diharapkan dapat menggugah semangat para seniman dan perajin seni untuk meningkatkan kreatifitas dalam berkarya serta untuk memperkenalkan kesenian daerah, potensi wisata dan produk karya seni yang ada di Kulon Progo. Sehingga akan dapat menigkatkan kualitas dan nilai jual hasil karya dan menjadi lternatif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ujarnya.
Di samping itu, tambah Mulyono, even FKY diharapkan juga dapat membuka wawasan masyarakat untuk memperkuat ketahanan budaya bangsa di tengah derasnya arus informasi dan pengaruh budaya asing yang saat ini berlangsung semakin gencar. Tanpa adanya ketahanan budaya yang kuat, pengaruh budaya asing akan mengikis budaya yang telah menjadi karakteristik bangsa ini, tandas Wabup.
Sholawatan dan Kuda Lumping Dominasi FKY Kulon Progo

Kesenian sholawatan dan kuda lumping mendominasi Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) di Kulon Progo. Sebagain peserta pawai seni yang digelar saat pembukaan, Selasa (17/6) sore di kompleks kantor Kecamatan Lendah terdiri dari 2 jenis kesenian itu. Dari 13 peserta pawai tampil 3 kelompok sholawatan dan 6 kuda lumping.
Namun, justru kelompok kuda lumping itulah yang menarik perhatian ribuan penonton, termasuk Bupati H Toyo Santoso Dipo, Muspida Plus dan segenap pejabat Pemkab. Setiap mengakhiri display di depan tamu undangan, langsung disambut tepuk tangan. Bahkan saat tampil group oglek ’Turonggo Sari’ dari Desa Sidorejo, Toyo yang mengenakan busana Jawa turut menari di tempat duduknya, sambil tertawa. ”Wah Pak Bupati kesetrum njoget oglek” celetuk seorang ibu yang menonton di samping tempat duduk tamu undangan.
Melihat Toyo ’kesetrum’ para penari oglek pun semakin bersemangat. Peluit tanda akhir display pun tak dihiraukan. Mereka terus menari meski beberapa petugas memberi tahu bahwa waktu display sudah berakhir. Malahan seorang pembestir naik pendapa untuk menyembah Toyo dan Muspida yang duduk berjajar di jajaran paling depan.
Selain pawai seni, dalam even itu, juga digelar pasar seni yang menampilkan produk perajin dari Lendah dan sekitarnya, serta pentas seni selama 3 malammulai pukul 19.30 WIB. Bebera group kesenian ternama akan tampil pada pentas tersebut. Yaitu Campursari Kenthongan ’Jampi Stress’ dari Panjatan dan Panjidur dari Kokap (17/6), Kuda Lumping ’Beksa Budaya’ dari Kalibawang dan OM ’Pandhawa’ dariPengasih (18/6) serta Keroncong ’Mbok Iyah’ dari Sentolo dan Angguk Putri ’Mugi Rahayu’ dari Girimulyo (19/6) sekaligus sebagai penutupan kegiatan FKY Kulon Progo.
Dalam sambutan berbahasa Jawa, Toyo antara lain mengatakan, FKY merupakan momen yang tepat untuk mengembangkan kesenian dan budaya daerah. Di Kulon Progo, kata dia, banyak terdapat kelompok dalam berbagai jenis kesenian di semua wilayah desa. Namun mereka jarang mendapat kesempatan untuk tampil untuk mengaktualisasikan potensi dan kemampuannya.
”Dengan digelarnya FKY ini, pelaku seni berkesempatan untuk tampil dan meningkatkan kemampuanya sehingga nantinya bisa menjadi seniman yang profesional,” tandasnya.
Tiga Pejabat Dilepas Purna Tugas

Bupati Kulon Progo H Toyo Santoso Dipo, melepas 3 pejabat pemkab eselon II dan III yang memasuki masa pensiun. Ketiga pejabat tersebut adalah mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Drs H Moch Maknun, mantan Kepala Kantor Perpustakaan Umum Drs Bambang Heruntoro dan mantan Camat Temon Tukadi BA. Pelepasan dilakukan Sabtu (7/6) di kompleks Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Jogja, Paingan, Sendangsari, Pengasih yang dihadiri oleh Wabup Drs H Mulyono, segenap pejabat pemkab dan Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Hj Wiwik Toyo Santoso Dipo. Dalam sambutanya bupati mengucapkan terima kasih atas sumbangsih yang telah diberikan ketiga pejabat untuk memajukan Kulon Progo. “Selama menjalankan tugas, banyak konsep-konsep yang telah disumbangkan oleh Pak Maknun, Pak Bambang dan Pak Tukadi yang menjadi dasar kebijakan Pemkab. Oleh karenanya, meskipun sudah pensiun saya harapkan masihmau memberikan masukan dan saran bagi pemkab untuk membangun Kabupaten Kulon Progo,” harap Toyo.