29 Maret, 2008


Jagung Jangan Hanya Diorientasikan Untuk Pakan Ternak


Komoditas jagung seharusnya tidak hanya diorientasikan sebagai pakan ternak saja. Namun perlu dikembangkan sebagai bahan makanan alternatif pengganti beras. Bila pemahaman seperti itu sudah memasyarakat maka permintaan dan pangsa pasar jagung akan semakin luas dan akan dapat menghindari fluktuasi harga.

Demikian dikatakan Wagub DIY Sri Paduka Paku Alam IX saat meresmikan silo jagung yang dikelola Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sari Mulyo di Pedukuhan Karangasem, Desa Kedungsari, Kecamatan Pengasih. Hadir pada peresmian itu Wabup Drs H Mulyono, Ketua DPRD Drs H Kasdiyono, Kepala Dinas Pertanian DIY Ir Anang Suwandi MMA, Kadis Pertanian dan Kelautan Kulon Progo Ir Agus Langgeng Basuki, Kepala Bappeda Drs Darto MM serta perwakilan pengurus kelompok tani (KT) se Kulon Progo.

Saat ini, tambah Wagub, petani sering mengeluh adanya penurunan secara tajam harga jagung dan pada saat panen raya. Sebenarnya hal itu dapat dihindari antara lain dengan perluasan konsumsi dan peningkatan kualtias produksi serta sistem pengelolaan dan pengolahan.

Untuk pengolahan, katanya, telah didukung dengan adanya silo jagung sebagai sarana untuk pemipilan dan pengeringan secara mekanis. Sarana ini sangat membantu petani, karena dalam waktu yang relatif singkat mampu mengeringkan jagung dalam jumlah besar, tanpa bantuan sinar matahari.

“Alat ini sangat membantu petani yang kebanyakan masih melakukan pengeringan dengan cara tradisional, yakni dengan dijemur. Dengan dijemur proses pengeringan akan kurang efisien karena burtuh waktu cukup lama dan tingkat kekeringannya kurang memenuhi standar,” jelas Wagub.

Menurut Anang Suwandi, pembangunan silo jagung bertujuan untuk mendukung penanganan pascapanen, yakni dengan menekan kehilangan hasil dan peningkatan rendemen sebagai upaya peningkatan tingkat produktivitas jagung. Dengan kapasitas pengering sebesar 7,5 ton per 4 jam, berkadar air 14-17 %. Jumlah itu, bila dijemur bisa mencapai 3-4 hari, jelasnya.

Ditambahkan, silo jagung telah dibangun di 3 kabupaten di DIY, yakni Bantul, Gunungkidul dan Kulon Progo dengan biaya Rp. 3,5 milaiar lebih. “Untuk meningkatkan semangat dan keberlanjutan usaha, bagi petani jagung telah diberikan bantuan penguatan modal dari Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) APBD Provinsi DIY. Dengan rincian untuk Bantul sebesar Rp 200 juta sedang Gunungkidul dan Kulon Progo masing-masing Rp 150 juta,” terang Anang.

Sedang Wabup Mulyono saat membacakan sambutan tertulis bupati antara lain mengatakan, sentra pengembangan agribisnis jagung di Kulon Progo meliputi Kecamatan Sentolo, Pengasih, Lendah, Kalibawang dan Samigaluh. Pada tahun 2007 luas panen mencapai 3.797 ha dengan produksi sebesar 23.712,27 ton. “Ini menunjukkan bahwa jagung memiliki pengaruh cukup basar kuat terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Dalam pengelolaan komoditas jagung, katanya, permasalahan yang sering dihadapi petani adalah penanganan panen, pasca panen dan pengolahan hasil yang belum efisien. Untuk mengetasinya Pemkab telah memfasilitasi dengan program pemberdayaan petani dalam mengakses teknologi pasca panen dan pengolahan hasil serta menumbuhkan industri pengolahan. “Termasuk pembangunan silo jagung ini adalah sebagai upaya untuk memfasilitasi petani dalam menghadapi permasalahan tersebut,” tuturnya.

Tidak ada komentar: