Soal Alih Status Desa Wates, Masyarakat Hanya Butuh Kejelasan
Sampai saat ini masih terjadi tarik ulur tentang alih status Desa Wates yang akan berubah menjadi Kelurahan. Karena pemahaman masyarakat tentang dampak dari adanya perubahan tersebut masih belum jelas. Apakah dengan perubahan tersebut percepatan pembangunan benar-benar bisa dilaksanakan seperti dalam sosialisasi-sosialisasi yang dilakukan. Atau hanya sekedar ungkapan agar alih status tersebut dapat segera dilakukan.
Masyarakat hanya butuh kejelasan apa maksud dari percepatan pembangunan, perbaikan pelayanan dan semua bentuk bantuan yang akan disampaikan ke masyarakat Desa Wates. Karena percepatan pembangunan yang disampaikan dalam sosialisasi tak pernah dijelaskan seperti apa mekanismenya sehingga pembangunan bisa lebih baik dari pembangunan yang selama ini telah dilakukan oleh masyarakat.
Demikian dikatakan oleh salah seorang warga Desa Wates Cahyono, Sabtu (28/6), dalam sosialisasi Rencana alih status Desa Wates menjadi Kelurahan di Gedung Kaca komplek pemkab. Sosialisasi tersebut dihadiri oleh Bupati Kulon Progo H. Toyo Santoso Dipo, Assek I Drs. Sutedjo Wiharso, Assek III Muqodas Rozie,SH, Kabag Pemdes Setda Kulon Progo Drs. Riyadi Sunarto, para pejabat eksekutif pemkab dari instansi yang lain serta warga Desa Wates.
Pembangunan yang selama ini dilakukan, lanjut Cahyono, sudah berjalan dengan baik. Bahkan, seperti halnya pelayanan ke masyarakat di Desa Wates lebih baik daripada di Kecamatan. “Jadi percepatan pembangunan yang dimaksudkan dalam sosialisasi itu seperti apa dan kapan bisa dilaksanakan ? Begitu juga dengan peningkatan pelayanan sebenarnya perubahan alih status tersebut untuk merubah menjadi lebih baik atau malah sebaliknya,” tanya Cahyono.
Disisi lain, Cahyono juga mengingatkan tentang masih minimnya perhatian pemkab terhadap upaya pembangunan di masyarakat. Hal itu dibuktikan dengan minimnya dukungan yang diberikan pemkab pada saat Pedukuhan Wetan Pasar yang berhasil mewakili DIY dalam lomba kebersihan yang bertajuk ‘Yogyakarta Gren and Clean”. “Kami maju lomba di tingkat Propinsi membawa nama Kulon Progo namun dukungan dari pemkab seakan tidak maksimal. Masak truk pengangkut sampah yang kami datangkan bekerjanya juga tidak maksimal, padahal sudah kami beri ongkos bensin dan rokok,” tandasnya.
Sementara itu, Bupati Kulon Progo H. Toyo Santoso Dipo menjelaskan bahwa mekanisme pembangunan di era otonomi daerah menggunakan sistem ‘buttom up planing’. Yaitu, pembangunan yang didasarkan pada usulan masyarakat sebagai dasar untuk menentukan kebijakan pembangunan. Yang selama ini telah ditampung dalam Musbangdus, Musbangdes dan juga Musrenbang. “Jadi karena keterbatasan dana serta mekanisme yang saat ini ada mungkin menjadikan keinginan masyarakat yang mendadak menjadi tidak bisa diakomodir. Karena kalau tidak melalui mekanisme yang ada kami selalu pemrintah juga akan mendapatkan teguran seperti, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” katanya.,
Sedangkan perbaikan pelayanan yang dimaksudkan jelas arahnya kepada perbaikan dari pelayanan yang selama ini telah dilakukan. Jadi kalau orang normal, tentu berfikir perbaikan pelayanan jelas dimaksudkan untuk memperbaikai pelayanan dari yang selama ini ada dan belum maksimal. Tidak mungkin peningkatan pelayanan malah akan menurunkan kualitas pelayanan yang selama ini telah dilakukan, lanjutnya.
Di sisi lain, Bupati menegaskan bahwa segala permasalahan yang menyangkut permasalahan pelaksanan pemerintahan bisa disampaikan langsung kepada bupati melalui media yang ada. Seperti, melalui