13 Februari, 2009

Tingkat Produktivitas Padi Gogo di Kokap 5,9 Ton Perhektar

Tingkat produktivitas padi gogo yang dibudidayakan anggota kelompok tani (Klomtan) ‘Agung Rejeki’ di Pedukuhan Klepu, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap mencapai 5,9 ton Gabah Kering Panen (GKP) perhektar. Hasil itu dapat diraih berkat penggunaan berbagai bibit unggul dan pemupukan berimbang yang dilengkapi dengan pupuk organik.

Menurut Ketua Klomtan ‘Agung Rejeki’ Suraji (68), anggota kelompoknya menanam padi gogo di lahan hutan rakyat Gunung Agung seluas sekitar 10 ha sejak musim penghujan tahun 2007 lalu. Pada penanaman pertama, tingkat produktivitasnya baru mencapai 3,6 ton. “Tahun ini bisa lebih tinggi karena mendapat pembinaan dari Unsoed Purwokerto dan Dinas Pertanian Kulon Progo,” katanya.

Dikatakan, pada penanaman pertama petani hanya menggunakan 1 jenis bibit. Kemudian oleh peneliti dari Unsoed Purwokerto diberikan beberapa jenis unggul yang cocok untuk jenis gogo. Termasuk jenis gogo aromatik yang hasilnya lebih baik dari jenis yang lain, terangnya.

Pada Kamis (12/2) dilahan tersebut dilakukan panen raya oleh Bupati H Toyo Santoso Dipo. Hadir pada acara itu Kepala Bappeda Budi Wibowo SH MM, Kepala Dinas Pertanian dan Kegutanan Ir Agus Langgeng Basuki, Kepala Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Perikanan Kehutanan (KP3K) Ir Bambang Tri Budi Harsono, Camat Kokap Santoso SIP, Peneliti dari Unsoed Purwokerto Dr Totok Agung serta anggota Klomtan ‘Agung Rejeki’.

Dijelaskan Totok Agung, saat ini Unsoed tengah melakukan pengembangan teknologi budidaya padi gogo di beberapa daerah, termasuk Kulon Progo. Sebelumnya, kata dia, leh masyarakat padi gogo sering dikeluhkan mutunya kurang baik. Antara lain, nasinya kurang enak, tidak pera dan kalau dingin mengeras.

“Kami kemudian menambah dengan aroma menthik wangi sehingga aromanya bisa lebih sedap dan rasanga enak. Ada beberapa jenis bibit yang kami kembangkan dan rata-rata produksinya lebih baik. Mudah-mudahan ini bisa dikembangkan di Kulon Progo,” harapnya

Bupati H Toyo Santoso Dipo optimis bila produksi padi gogo di Kulon Progo dapat terus ditingkatkan. Karena sebagian besar petani padi gogo adalah warga wilayah pegunungan yang biasanya lebih ndregil dalam penggunaan teknologi baru. Kunci peningkatan produksi padi, kata dia, adalah penggunaan teknologi yang paling sesuai dengan kondisi tanaman dan lahan.

Toyo menilai, saat ini petani Indonesia masih jauh tertinggal dari Negara lain. Termasuk Cina yang sudah mampu memproduksi padi 14 ton perhektar. Sementara di Indonesia baru sekitar 6,5 ton.

“Penyebabnya adalah pada penggunaan teknologi. Petani Cina sudah menggunakan teknopligi enzima dan hormonal sementara kita masih ribut tentang penggunaan pupuk. Dan yang diributkan hanya masalah pupuk kimia dan nonkimia. Padahal semua pupuk itu merupakan persenyawaan kimia,” tandas Toyo.

Sementara Bambang Tri Harsono mengungapkan, luas lahan padi gogo di Kulon Progo pada tahun 2008 mencapai 134 ha, yang sebagian besar berada di wilayah perbukitan Menoreh. Tingkat produksi rata-rata sebesar 3,12 ton perha. “Yang dicapai oleh Klomtan ‘Agung Rejeki’ jauh lebih tinggi dari rata-rata kabupaten,” ujarnya.