15 Maret, 2008

Berita Hari Ini


Kesulitan Hidup Pengaruhi Kestabilan Emosi Masyarakat

Tingkat kesulitan hidup yang tinggi serta gejolak sosial politik yang terjadi sangat berpengaruh terhadap kestabilan emosi masyarakat yang akhir-akhir ini cenderung goyah. Sehingga masyarakat sering lebih mengedepankan emosi daripada rasio serta mudah terpancing emosinya ketika menghadapai masalah-masalah yang sebenarnya sepele dan sederhana.

Hal itu dikatakan Bupati H Toyo Santoso Dipo dalam sambutan tertulis yang dibacakan Waup Drs H Mulyono dalam pencanangan Desa Binaan Keluarga Sakinah (DBKS) Kabupaten Kulon Progo tahun 2008, Sabtu (15/3) di balai desa Jatirejo, Kecamatan Lendah. Hadir dalam acara tersebut Kasi DBKS Kanwil Depag DIY Drs Kusnanto, Kakandepag Kulon Progo Drs H Syahrowardi, Kabag Kesra Setda Arief Sudarmanto, SH, Camat Lendah Drs Eko Pranyoto, Ketua TP PKK Hj Wiwik Toyo Santoso Dipo serta pengurus dan kader DBKS desa. Pencanangan dilakukan dengan penyerahan papan nama DBKS kepada 3 kepala desa yang desanya ditunjuk sebagai DBKS tahun ini.

Akibatnya, tambah bupati, tidak jarang sikap dan perilaku sebagian masyarakat yang emosional tersebut memunculkan perilaku menyimpang terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, terutama norma hukum dan agama. Dan yang menjadi korban justru orang-orang yang tak bersalah.

“Beban berat ini masih ditambah dengan mudahnya kita termakan isu-isu meresahkan dan informasi yangbelum jelas kebenarannya. Sehingga seringkali memicu timbulnya aksi-aksi kerusuhan yang menimbulkan kerugian banyak orang,” tandas Toyo.

Oleh karenanya, ujar Toyo, program pembangunan dengan pendekatan agama berupa DBKS sangat strategis untuk menyikapi kondisi yang demikian. Karena agama mempunyai peranan yang sangat penting sebagai pengendali sikap, perilaku dan perbuatan yang menyimpang, tegasnya.

Menurut Syahrowardi, sejak dilaksanakan mulai tahun 1993, sudah 57 dari 88 desa di Kulon Progo ditunjuk sebagai DBKS. Dan untuk tahun ini bertambah 3 desa lagi, yakni Desa Jatirejo (Lendah), Kaligintung (Temon) dan Tawangsari (Pengasih).

“Dengan demikian dalam waktu tidak lama lagi semua desa di Kulon Progo sudah melaksanakan DBKS. Namun tentu cara dan persyaratannya tidak mudah. Perlu percepatan serta dukungan semua pihak, terutama dukungan dan partisipasi masyarakat di desa masing-masing,” imbuhnya.