Lahan Kritis Berkurang 700 Hektar
Selama 3 tahun terakhir, lahan kristis di wilayah Kulon Progo mengalami penurunan seluas 700 hektar (ha). Dari seluas 7.396,2 ha pada tahun 2005, di tahun 2007 berkurang menjadi 6.696,2 ha atau sekitar 9,4 %. Diperkirakan, setiap tahun lahan kritis akan mengalami penurunan sebagai hasil dari upaya konsevasi dan rehabilitasi yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.
Demikian dikatakan Kepala Seksi (Kasie) Rehabilitasi dan Konservasi Lahan pada Dinas Pertanian dan Kelautan Kabupaten Kulon Progo Basir Amry STp, Kamis (27/8) di ruang kerjanya. Penurunan tersebut, kata dia, salah satunya merupakan hasil dari pelaksanaan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) yang dicanangkan pada tahun 2003 lalu.
Menurut Basir, Gerhan memiliki pengaruh cukup besar untuk memotivasi masyarakat dalam melakukan konservasi dan rehabilitasi lahan. Secara kelompok masyarakat melakukan penanaman berbagai jenis tanaman kayu-kayuan maupun Multy Porpuse Trees Species (MPTS) di areal hutan rakyat (HR) serta areal percontohan, ujarnya.
Saat ini, tambahnya, di Kulon Progo terdapat 44 kelompok tani (Klomtan) yang mengelola lahan seluas 1.100 ha. Seluruh areal berada di kawasan Pebukitan Menoreh yang meliputi 7 kecamatan, yakni Kecamatan Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo, Nanggulan, Sentolo, Kokap dan Pengasih. “Luas areal yang tergarap itu masih relatif sedikit dibanding luas hutan rakyat di Kulon Progo yang mencapai 17.031 ha, dengan lahan potensi kritis seluas 8.864,” terangnya.
Namun ia opotimistis lahan potensi kritis itu bisa segera tergarap. Karena respon masyarakat terhadap Gerhan cukup baik. Setiap klomtan telah menginventarisir lahan potensi kritis di wilayahnya dan mengajukan permohonan bantuan bibit tanaman. “Setiap tahun permintaan bantuan bibit dari masyarakat jumlahnya ratusan ribu batang,” tuturnya.
Disamping itu, jelas Basir, keberhasilan pemeliharaan tanaman oleh masyarakat juga sangat bagus. Dari hasil monitoring tim Satuan Tugas (Satgas) Gerhan Provinsi DIY dinyatakan bahwa angka pertumbuhan tanaman di areal pelaksanaan Gerhan untuk jenis kayu-kayuan mencapai 87,28 % dan MPTS 84,19 %, ujarnya.
Namun demikian, mantan Kepala Cabang Dinas (KCD) Pertanian dan Kelautan Kecamatan Temon itu menyatakan bahwa pelaksanaan Gerhan masih menghadapi masalah klasik. Yaitu adanya keterlambatan Daftar Isian Pagu Anggaran (DIPA) dari Pemerintah Pusat. Keterlambatan itu menyebabkan pengadaan dan distribusi bibit tanaman kepada masyarakat juga terlambat.
“Idealnya bibit tanaman bisa didistribusikan sebelum musim penghujan. Namu karena DIPA terlambat dan sering harus dilakukan revisi dulu, pengadaan dan distribusinya baru bisa dilakukan pada akhir musim penghujan dan ditanam di awal musim kemarau. Kami selalu dikritik masyarakat tentang hal ini, tetapi tak mampu berbuat banyak,” keluhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar