28 April, 2008

Program Pemberdayaan Masyarakat Masih ‘Pating Blasur’

Program-program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah dinilai masih ’pating blasur’. Beberapa program yang dilaksanakan oleh departemen yang berbeda masih dilakukan sendiri-sendiri, tanpa koordinasi yang jelas. Akibatnya, pelaksanannnya di daerah sering tumpang tindih dan cenderung membingungkan masyarakat.
Penilaian itu diungkapkan oleh Direktur Penanggulangan Kemiskinan Badan Perencanaan Nasional (Bapenas) Dr Ir Endah Murniningtyas MSc saat melakukan kunjungan ke Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) ’Ngudi Raharja’ di kompleks kantor Camat Lendah, Minggu (27/4). Hadir pada acara itu Koordinator PNPM MP Provinsi DIY Jonathan Dwijo, Sekretaris Tim Monitoring PNPM MP Kulon Progo Drs Slamet Riyadi, Sekcam Lendah Sutirsno, S Sos dan segenap pengelola PNPM MP se Kecamatan Lendah.
Di tingkat Pusat, tambah Endah, ada berbagai jenis pogram pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh beberapa departemen sesuai dengan ketugasannya. Seperti di bidang infrastruktur, irigasi, perumahan, kelembagaan masyarakat dan sebagainya.
Karena dilakukan sendiri-sendiri,ujar Endah, pelaksanaan program-program itu sering terjadi tumpang tindih. Ada 2 atau lebih program yang dilakukan di satu desa, namun ada pula desa dengan kategori miskin yang malah tidak kebagian program. ”Kondisi ini yang sering menyebabkan masyarakat bingung,” tandasnya.
Ditambahkan, seharusnya program-program itu dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi. Namun kalau di tingkat pusat koordinasinya relatif sulit. Akan lebih mudah bila koordinasi dilakukan di daerah, seperti yang telah dilakukan UPK. Lembaga ini bisa mengkoordinasikan berbagai kegiatan dari tingkat pusat untuk dilakukan di daerah atau desa, jelas wanita asal Yogyakarta itu.
Lebih jauh Endah mengharapkan agar program pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan dapat dilakukan secara terintegrasi dari pemerintah pusat sampai desa dan masyarakat. Dia menilai, selama ini masing-masing tingkatan masih berjalan sendiri-sendiri. Sehingga pelaksanaannya menjadi kurang efektif dan efisien.
”Disamping itu masih ada persepsi di tingkat bawah bahwa dalam program ini pemerintah pusat berperan sebagai penyandang dana. Padahal sebenarnya tidak seperti itu. Semua tingkatan harus mengalokasikan anggaran dan dilaksanakan dengan sistem sharing. Kalau hanya njagakke anggaran dari pusat, jumlahnya akan sangat terbatas,” tandasnya.
Di bagian lain Endah menengarai, salah satu kelemahan program pemberdayaan masyarakat adalah sistem administrasi yang terlalu njlimet di semua tingkatan. Termasuk di tingkat desa dan kelompok. Dicontohkan, form laporan dari kelompok sampai pusat sama njlimetnya. Sehingga sering muncul keluhan, lebih sulit mengerjakan laporannya daripada melaksanakan kegiatannya. ”Ini perlu diubah, semakin ke bawah harus semakin sederhana,” tegas Endah.
Sementara menurut Kepala Desa Jatirejo Ir Ridwan Heri Mahmudi, keharusan pemerintah desa untuk membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dalam pelaksanan PNPM MP dinilai sangat memberatkan. Menurut dia, dengan kondisi perangkat desa yang sebagian besar lulusan SD membuat RPJMDes itu sangat berat.
Kalaupun bisa dibuat, ujarnya, itu bukan gagasan orisinil. Tetapi hasil cuplikan dari sana sini yang tidak berdasar pada kondisi desa setempat. ”Saat ini persyaratan itu kurang tepat dan sangat memberatkan pemerintah desa. Mungkin akan ideal bila dilakukan 5 tahun ke depan bila pendidikan perangkat desa rata-rata sudah SLTA,” imbuhnya.

Tidak ada komentar: